بيت العلم
Pukul Berapa Sekarang?
Jadwal Sholat?
Silakan Copy Bannerku!
Abu Fatih
Banyaknya Pengunjung?

Ayo Ngaji!
Jadwal Kajian Salaf
Dengerin Kajian Islam Di Sini!

Pasang radiobox ini!

Keluarkan radiobox (pop up)

Tempat Saran Dan Nasehat

Free chat widget @ ShoutMix
Wahai Keluarga Besar Kaum Ummahat, Inilah Sebuah Kado Dari Ana Untuk Antunna kaum Ummahat (RESEP MASAKAN INDONESIA) Semoga Bermanfaat, Amiin! Silakan Klik Di Sini Saja Ya.......!!!

بسم الله الرّحمن الرّحيم

ألسّلام عليكم ورحمةالله وبركاته


Ahlan wa Sahlan.....!


إنّ الحمدلله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذبالله من شرورانفسنا ومن سيّئات اعمالنا من يهده الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له

Artinya: "Segala puji bagi Allaah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allaah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barang siapa yang Allaah beri petunjuk, maka tidak ada yang bisa menyesatkanya, dan barang siapa yang Allaah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk."


واشهد ان لا اله الاّالله وحده لا شريك له واشهد انّ محمّدا عبده ورسو له

Artinya: "Dan aku bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allaah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad sholallaahu’alayhi wassallam adalah hamba dan Rosul-Nya."


يأيّهاالّذين ءامنوا اتّقو الله حقّ تقاته ولا تموتنّ الاّ وأنتم مّسلمون

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allaah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu sekalian mati, kecuali dalam keadaan Islam!"


فإنّ أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمّد صلى الله عليه وسلم وشرّ الأمور محدثاتها وكلّ محدثة بدعة وكلّ بدعة ضلالة وكلّ ضلالة في النّار

Artinya: "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullaah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad sholallaahu’alayhi wassallam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan ada di dalam Neraka."


Amma ba’du.

Ayyuhal Ikhwah, Raihlah Kemuliaan Hanya Dengan Manhaj Salaf, Manhaj Yang Ditempuh Oleh Generasi Terbaik Umat Ini, yakni Generasi Para Sahabat, Para Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in Yang Sholih. Aqidah Salaf adalah Aqidah Yang Murni Untuk Memberantas Syirik Dengan Tauhid Dan Memberantas Bid'ah Dengan Sunnah Dan Allaah Ridho Kepada Mereka Semua Yang Berpegang Teguh Dengan Al-Quran Dan As-Sunnah Yang Shohih, Sesuai Dengan Pemahaman Salafush-Sholih, Itulah Hakikat Islam Yang Sebenarnya. Imam Al-Barbahary pernah berkata: ".....Islam Adalah Sunnah Dan Sunnah Adalah Islam....."

Iyyuhal Ikhwah, kajian kita pada saat ini adalah sebagaimana terlampir di bawah ini atau antum bisa memilih materi kajian yang anda inginkan di menu "Kategori", semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun di akhirat! Baarokallaahuli walakum, amiin! Oh..iya tapi sebelumnya SILAKAN ISI BUKU TAMU BERIKUT INI...!!!


Bermaaf-maafan Menjelang Bulan Ramadhon???
Senin, Agustus 25, 2008



Sering kali kita jumpai di masyarakat kita sebuah kebiasaan yang dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan ini. Diantaranya seperti berziarah ke makam-makam, bermaaf-maafan kepada keluarga, teman, atau tetangga, ada pula yang mandi di sungai untuk membersihkan dirinya dari dosa sebelum masuk kedalam bulan Ramadhan, dan banyak lagi yang lainnya.

Ingat saudaraku semua… Kalau semua itu kita anggap sebagai suatu ibadah. Kalian harus ingat suatu hal yang menjadi ushul fiqih dalam beribadah, yaitu : Hukum asal ibadah adalah HARAM, sampai ada dalil atau keterangan atau perintah yang shohih yang mengHALALkannya.

Jadi ingat, kita tidak boleh gegabah dalam hal ibadah. Semuanya itu harus selalu merujuk pada Kitabullah dan Sunnah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wassalam ‘alaa fahmissalaf.

"Law kaana khoiron lasabakuuna ilaihi"… Jikalau perbuatan itu baik, niscaya para sahabat telah mendahului kita melakukannya.

Berikut ana berikan artikel tentang kesalahan umat islam dalam menyambut Ramadhan khususnya masalah bermaaf-maafan .


——————–

Berikut adalah penggalan hadits yang biasa kita dengar selama ini dari rekan2 kita :

** Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin” Ditanyakan kepadanya : “Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?” Beliau bersabda.


“Artinya : Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

  • Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada)
  • Tidak berma’afan terlebih dahulu antara suami istri
  • Tidak berma’afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya

Maka Rasulullah pun mengatakan Amiin sebanyak 3 kali.

Hadits ini cacat, karena tidak ada periwayatnya. Dan yang pasti bertentangan dengan Hadits berikut yang SHOHIH :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin” Ditanyakan kepadanya : “Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?” Beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan “Amin”, maka akupun mengucapkan Amin….” [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin]

Disalin dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 27-28, Pustaka Al-Haura.

Yang lebih lengkap lagi akan saya salinkan dari buku Birrul Walidain oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, “Amin, amin, amin”. Para sahabat bertanya. “Kenapa engkau berkata ‘Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : ‘Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!’, maka aku berkata : ‘Amin’. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi. ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin”.

[Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma’uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka’ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 (Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah)]

Dengan demikian, hadist yang shohih diatas tidak ada hubungan dengan keharusan bermaafan sebelum puasa Ramadhan.

Meminta maaf dan memaafkan seseorang dapat dilakukan kapan saja, dan tidak ada tuntunan syari’at harus dikumpulkan dulu dan menunggu sampai menjelang bulan Ramadhan.

Wallohu a’lam bishshowaab…. Semoga berguna

Label:

Tulisan ini diposting oleh : Abu Muhammad Fatih Al-Ghifari Hary Noorcahya, pada pukul :14.49  0 Buka komentar!,



Dialog 'Ilmiyyah (Dilema Simalakama)
Selasa, Agustus 19, 2008



Oleh: Abu Lubna




Pemuda Khoirul (K): Sungguh naif, ironis, mengherankan, sangat tidak masuk akal...!!!

Pak Sholeh (S): Lho..lho...lho..ada apa Nak Khoirul? Apa yang sedang mengganggu fikiranmu?

K: Itu lho Pak, sementara orang-orang kafir sedang sibuk mempersiapkan Program "Jusuf 2004", yaitu sebuah program agar pada Pemilu nanti Presiden kita dijabat oleh orang Kristen,
eh malah ada orang yang membid'ahkan partai politik, sungguh aneh!

S: Lho, tenang dulu Nak Khoirul, sabar. Ananda kan orang yang selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, kenapa sekarang ananda tidak konsisten?

K: Astaghfirullah, Pak Sholeh benar. Saya cuma heran, kenapa mereka bisa berpendapat seperti itu, padahal sebagian dari mereka itu kan cendekiawan, intelektual, bahkan para ulama
yang memperjuangkan Islam?

S: Tentunya mereka mempunyai alasan untuk berpendapat seperti itu. Dan seperti Nak Khoirul sering katakan, pendapat seseorang itu harus kita hargai. Betulkan? Baiklah, sekarang saya akan mencoba melihatnya dari sudut pandang yang lain. Saya lihat, sebenarnya dalam permasalahan yang sedang ananda fikirkan itu ternyata ada 2 permasalahan berbeda.

K: Maksud Bapak?

S: Yang pertama adalah permasalahan Program Jusuf 2004, yang kedua adalah permasalahan pembid'ahan partai politik. Kedua permasalahan itu telah datang pada masa yang berbeda, dan kedua-duanya tidak saling berkaitan pada awalnya. Jadi tidak benar ketika ada Program Jusuf 2004, lalu ada orang-orang yang mencounternya dengan mengatakan bahwa partai politik itu bid'ah. Janganlah dikesankan seperti itu, ananda harus bijaksana dalam menyimpulkan suatu permasalahan.

K: Jadi, bagaimana Bapak melihat permasalahan ini?

S: Permasalahan pembid'ahan partai politik itu telah dibahas para ulamasejak zaman munculnya demokrasi, bahkan kalau diqiyaskan, masalah itu telah dibahas dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Para ulama tersebut tentunya mempunyai dalil, argumen yang berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi dan dengan beberapa catatan penting tentang demokrasi. Adapun permasalahan Jusuf 2004 adalah permasalahan baru, yang butuh untuk difikirkan dan dipecahkan bersama, termasuk oleh para ulama tersebut. Saya yakin, sangat tidak mungkin bagi para ulama yang memfatwakan bid'ahnya partai politik itu akan tinggal diam atau bahkan menganjurkan untuk golput, sementara kaum kafir sedang serius mengincar kursi presiden. Sekali lagi, ananda harus sedikit bijaksana dalam berfikir, ananda harus tabayyun dengan mereka.

K: Baiklah, sebagai seorang muslim, apa yang akan Bapak lakukan dalam mensikapi program "Jusuf 2004" itu?

S: Sesuai dengan kemampuan masing-masing, karena Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali dengan apa yang kira-kira menjadi kewajibannya. Sebagai seorang ustadz, maka saya berkewajiban untuk mengumumkan program kristenisasi ini kepada kaum muslimin agar mereka tahu bahwa musuh sedang mengincar kita. Kita harus marah di mimbar-mimbar, masjid-masjid dan majlis ta’lim.

K: Lalu, apa tindakan konkritnya?

S: Nah, orang-orang kafir itu kan sasarannya adalah Pemilu, mereka pasti akan menyusup kepada partai-partai yang berkedok nasionalisme dan mengelabui kaum muslimin. Maka tidak ada cara lain kecuali kita serukan kepada kaum muslimin agar mencoblos partai-partai Islam yang berjuang untuk Islam dan membela kaum muslimin.

K: Kalau begitu, partai-partai manakah yang Bapak anjurkan untuk dicoblos?

S: Tidak mengapa partai apapun, asalkan partai Islam. Namun sebaiknya kita memilih partai yang kita lihat mempunyai jalan yang lebih dekat kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

K: Saya setuju sekali Pak, tidakkah sebaiknya kita bergabung dengan mereka?

S: Ya ananda benar sekali, saya siap bergabung dengan mereka dalam segala bentuk amar ma’ruf nahi munkar bil hikmah. Sedangkan memberitahukan kaum muslimin tentang program Jusuf 2004 ini adalah juga bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar tadi. Sekali lagi insya Allah
saya siap. Bukankah begitu yang ananda maksud?

K: Maksud saya, kita bergabung dengan salah satu partai tersebut, memakai baju mereka dan berdakwah dengan cara mereka.

S: Oh begitu maksud ananda. Baiklah, kalau begitu tolong ananda amati pada partai manakah akan saya dapati sifat-sifat hizbullah, karena Allah hanya memerintahkan saya untuk bergabung dengan partai tersebut.

K: Setahu saya, semua partai Islam mengatakan bahwa mereka memperjuangkan Islam, tentunya mereka semuanya hizbullah.

S: Hizb-Allah itu cuma satu, karena dalam Al-Qur'an, Allah menggunakan kata "Hizb" (singular) yang artinya "sebuah partai."

K: Kalau begitu, tolong Bapak rincikan dulu sifat-sifat hizbullah itu, baru nanti akan saya cocokkan dengan partai-partai yang ada.

S: Baiklah, sebenarnya banyak sifat-sifatnya, tapi saya akan sebutkan satu sifat saja, yaitu mereka senantiasa menjaga dan mengusahakan persatuan kaum muslimin, karena Allah telah memerintahkan kita untuk bersatu dan melarang bercerai berai.

K: Setahu saya, semua partai Islam juga menyerukan kepada persatuan ummat.

S: Kalau memang mereka semua berkata begitu, lalu mengapa mereka tetap berusaha mengeksistensikan partainya masing-masing. Kadang-kadang kalau ada masalah, hanya nama partai yang diganti, tidak berusaha untuk mengajak semua partai Islam untuk melebur. Apakah menurut ananda persatuan itu akan terwujud dengan satu partai atau banyak partai? Bahkan di Indonesia, satu partai saja bisa beranak jadi 2. Ananda harus selalu ingat, bahwa Persatuan Islam itu ibarat sebuah lingkaran besar. Biarkanlah lingkaran besar kaum muslimin itu tetap satu, jangan dibagi-bagi menjadi lingkaran-lingkaran kecil.

K: Kalu begitu, saya yakin pasti Partai Pak Ahmad itulah partai Hizbullah, karena dalam kampanye mereka, mereka lebih sering menyerukan kepada persatuan kaum muslimin.

S: Saya ingin balik bertanya, apakah sewaktu mengatakan itu dalam kampanye mereka, mereka memakai suatu atribut khusus?

K: Ya, tentu mereka memakai lambang, bendera dan seragam mereka.

S: Nah, hal itu sudah cukup kita katakan bahwa mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam sebuah lingkaran besar. Karena lingkaran
besar Islam tidak mempunyai lambang, bendera dan seragam. Bahkan hal itu pun sudah cukup untuk membuat orang Islam yang lain merasa berbeda dengan ummat Islam yang memakai atribut dan seragam tersebut.

K: Tapi Pak Ahmad sering mengatakan bahwa mereka tidak menuntut untuk dipilih, yang penting kita memilih salah satu partai Islam. Bukankah ini kalimat yang haq?

S: Seandainya mereka menyerukan agar Ummat Islam memilih mereka, atau mengajak bergabung menjadi anggota partai mereka, maka inilah yang saya namakan membuat lingkaran kecil. Namun apabila mereka menyerukan untuk memilih partai apa saja asalkan partai Islam, maka perkataan ini adalah hipokrit, karena jelas-jelas setiap partai itu mempunyai target. Adapun target adalah harapan, harapan tentunya akan dibarengi dengan usaha untuk mencapainya, yaitu mengajak manusia. Lalu untuk apa ditentukan target?
***
K: Kalau begitu, apa konsep Persatuan Islam menurut Bapak?

S: Yaitu sebuah lingkaran besar kaum muslimin yang mengatakan Lailaaha illallah Muhammaddarrasulullah, menjalankan kitabullah, Sunnah Nabi serta Ijma para shahabat. Maka mereka itu adalah saudara, sehingga wajib dibela. Yang di luar lingkaran itu adalah musuh.

K: Kalau melihat konsep yang sederhana itu, saya berkesimpulan bahwa Islam itu ya Islam, tidak butuh lagi dengan organisasi atau perkumpulan. Bukankah begitu?

S: Organisasi/perkumpulan itu bisa saja diperlukan, yaitu sebagai sarana bagi kita untuk mempermudah dakwah dan menyerukan manusia kepada lingkaran besar Islam. Tapi kalau organisasi/perkumpulan/kelompok/partai itu didirikan untuk mengajak manusia masuk kepada kelompok mereka, maka mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Organisasi seperti inilah yang justru akan memecah belah ummat. Imam Malik berkata, apabila anda melihat suatu kelompok dalam Islam yang menyerukan Ummat Islam masuk kepada kelompoknya, bukan menyerukan kepada Islam, maka ketahuilah bahwa kelompok itu adalah sesat. Ini bukan kata saya, ini kata Imam Malik.

K: Tapi, pada kenyataanya ummat Islam itu sendiri telah berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu, apa tanggapan Bapak?

S: Ananda jangan heran, itu adalah realita yang telah dikabarkan oleh Nabi. Namun demikian, kita tidak boleh pasrah, kita dituntut untuk terus berusaha kepada persatuan ummat dan jangan bercerai berai karena itu adalah perintah Allah dalam Al-Qur'an.

K: Kalau begitu, bagaimana kalau kita rangkul saja semua kelompok-kelompok Islam itu, mulai dari syi'ah yang menghujat para shahabat sampai semua kelompok di kalangan ahlu sunnah, yang penting mereka mengaku Tuhan kami adalah Allah dan Nabi kami adalah Muhammad. Lalu kita berjuang dalam sebuah partai untuk kemenangan Islam dan untuk sementara tidak
memperselisihkan perbedaan.

S: Ide yang tidak terlalu jelek, saya hargai pendapat ananda. Namun sayangnya, cara seperti itu tidak akan pernah berhasil di dalam konsep demokrasi itu sendiri.

K: Maksud Bapak?

S: Coba ananda fikirkan, anggap saja dengan cara itu akhirnya ummat Islam akan meraih suara terbanyak dan menang, lalu apa kira-kira yang akan terjadi?

K: Tentunya kita bisa menerapkan hukum Islam dengan leluasa.

S: Hukum Islam yang bagaimana? Yang sesuai dengan Kitab wa sunnah seperti pada zaman Nabi dulu, atau Hukum Islam yang bisa mengakomodasi seluruh pemahaman yang ada pada kelompok-kelompok yang bersatu tadi? Karena ananda harus ingat, di dalam konsep demokrasi, setiap orang berhak untuk menuntut haknya. Kaum syi'ah akan meminta masjid untuk menghujat para shahabat, kaum sunni quburiyyun akan tetap minta diperbolehkan berkunjung ke kuburan-kuburan. Semua sekte yang telah berhasil memenangkan partai tersebut, akan meminta hak untuk beribadah sesuai dengan cara mereka, atas nama demokrasi.

K: Jadi menurut Bapak, tidak mungkin kita bisa menerapkan hukum Islam yang shohih, setelah kita memenangkan pemilu tersebut?

S: Mustahil menurut konsep demokrasi. Karena persatuan Islam dengan cara itu hanyalah persatuan jasadi, bukan persatuan Islam sesungguhnya. Setiap kelompok yang berbeda-beda itu akan kembali menuntut haknya masing-masing dengan mengatas namakan demokrasi.

K: Kalau begitu, adakah cara lain untuk menunaikan perintah Allah agar kita menuju persatuan Islam?

S: Seperti telah saya katakan, realitas perpecahan ummat ini telah dikabarkan oleh Rasulullah pada 14 abad yang lalu, dan jalan keluarnya pun telah pula dijelaskan oleh Beliau.

K: Apa jalan keluar menurut Beliau (nubuwwah)?

S: Yaitu ruju' (kembali) kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin sesudahku. Kalau dikatakan “kembali”, maka hal itu akan mempunyai 2 makna. Pertama: orangnya telah berjalan terlalu jauh, kedua: jalannya itu sendiri yang kejauhan/salah jalan/rambu-rambunya rusak atau tersamar. Maka untuk membuat "orangnya" bisa kembali, kita harus memberikan arahan kepadanya, yaitu berupa petunjuk/pendidikan (tarbiyyah) agar orang tersebut bisa mencari jalan pulang. Adapun terhadap "jalannya", maka kita harus benahi jalan itu, bersihkan, murnikan (tasfiyyah) agar orang lain tidak kembali menempuh jalan itu, walaupun orang munafik tidak menyukainya. Melalui hadits ini, Rasulullah telah memberikan solusi metoda dakwah akhir zaman, ketika ummat Islam telah berkelompok-kelompok. Inilah metoda dakwah menuju persatuan hakiki, yaitu persatuan jasadi warruuhi.

K: Memang begitulah idealnya. Karena dengan bersatunya pemahaman, maka otomatis jasadnyapun akan bersatu. Namun demikian, akan lama sekali rasanya kemenangan itu tercapai?

S: Lama atau cepat bukan urusan kita. Itu urusan Allah. Kita tidak dituntut untuk cepat-cepat. Bahkan kemenangan itu sendiripun bukan suatu tuntutan. Kemenangan pada hakekatnya adalah pemberian dari Allah. Yang Allah tuntut dari diri kita adalah bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan tersebut sesuai dengan konsep nubuwwah.

K: Kalau begitu, kapan kita bisa mendirikan sebuah Daulah Islam?

S: Daulah hanyalah sebuah sarana dakwah, bukan tujuan dakwah. Sarana itu memang harus kita capai, namun bukan dengan melupakan tujuan. Tujuan dakwah adalah yang asasi. Tujuan dakwah adalah mentauhidkan Allah dan “memurnikan” Islam, yaitu dengan cara menuntut dan menyebarkan ilmu, serta mempersatukan ummat sesuai dengan konsep nubuwwah tadi.

K: Tapi, bagaimana mungkin bapak bisa mengatakan bahwa “mendirikan daulah” itu bukan salah satu tujuan dakwah?

S: Baiklah, apakah ananda ingat kisah Rasulullah dengan pamannya Abu Thalib?

K: Kisah yang mana Pak, ada beberapa kisah yang saya ingat.

S: Kalau seandainya mendirikan daulah, atau menjadi presiden, atau mencapai kekuasaan adalah tujuan dakwah, maka Rasulullah telah memilih kesempatan itu di awal masa datangnya Islam, tanpa harus berperang!. Ingatkah ananda, ketika kaum kafir Quraisy melalu lisan Paman Nabi, Abu Thalib, menawarkan: seandainya engkau menghendaki wanita, maka mereka akan mencari wanita-wanita tercantik untuk dinikahkan dengan engkau, atau harta, maka mereka akan mengumpulkan seluruh kekayaan Quraisy dan diberikan kepada engkau, atau menjadi raja, maka mereka akan membai'at engkau menjadi raja. Namun apa jawaban Beliau?

K: Apa kata Beliau Pak?

S: Beliau bersabda: “Sekali-kali tidak wahai pamanku!, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, maka sekali-kali aku tidak akan gentar, sampai Allah memenangkan urusanku, atau aku binasa bersamanya.”

K: Subhanallah, mengapa Beliau tidak memilih menjadi raja, bukankah beliau politikus ulung?

S: Politikus ulung hanyalah julukan orang-orang, tapi beliau adalah seorang Nabi. Seorang Rasul yang diturunkan dengan membawa konsep dakwah nubuwwah. Kalau seandainya beliau adalah politikus, maka sudah tentu beliau akan memilih menjadi raja. Karena dengan menjadi raja, maka harta akan Beliau peroleh, wanita yang cantik akan mudah Beliau dapatkan, bahkan dakwah pun akan lebih mudah disebarkan. Tapi sekali lagi, Beliau bukan seorang politikus, Beliau adalah seorang Nabi, yang mendapat wahyu dan diperintah oleh Allah 'azza wajalla.

K: Jadi, mencapai kekuasaan itu bukan tujuan dakwah?

S: Begitulah. Kalau seandainya hal itu merupakan tujuan, maka sesungguhnya kesempatan itu sudah ada di depan mata Rasulullah, tanpa harus berperang, tanpa harus ber-pemilu. Tapi beliau tidak mengambilnya. Dan seandainya kita menyangka bahwa dengan kekuasaan, hukum Islam itu bisa ditegakkan, sudah barang tentu Rasulullah pun telah lebih dulu menerima tawaran kaum Quraisy itu.

K: Oya, saya teringat sesuatu. Bukankah Rasulullah menolak tawaran tersebut karena tawaran itu bersyarat? Yaitu agar Beliau meninggalkan dakwah Islamiyyah?

S: Bukankah kekuasaan yang dicapai dengan demokrasi pun akan penuh dengan syarat? Penuh kompromi? Penuh toleransi? Harus tetap menghargai orang yang berbeda pendapat, menghargai orang yang tidak setuju dengan hukum rajam, potong tangan, jilbab, bahkan menghargai hukum murtad dari agama Islam, karena hal itu adalah hak asasi manusia. Kalau ternyata Rasulullah meninggalkan pencapaian “kekuasaan yang bersyarat” itu, lalu mengapa kita berani mengambilnya?

K: Saya kagum dengan argumentasi-argumentasi yang Bapak kemukakan, namun masih ada sedikit syubhat dalam fikiran saya.

S: Silahkan ananda kemukakan.

K: Kalau pada zaman Nabi kan Beliau dituntut oleh Allah untuk memperjuangkan Islam secara sempurna, apalagi beliau di bawah bimbingan Allah. Tapi saat ini, kan agak susah utk memperjuangkan Islam yang sempurna, karena kita bukan Nabi. Jadi melalui demokrasi, kita bisa mengakomodasi hukum Islam sedikit demi sedikit.

S: Masalahnya Allah telah berfirman: Walaa talbisul haqqo bil baatili (Janganlah kalian mencampuradukan yang haq dengan yang bathil). Sebuah larangan yang sangat keras dari Allah. Memang, dengan demokrasi, sebagian hukum Islam mungkin bisa diakomodasi, namun di saat yang sama, kita terpaksa melanggar ayat tadi, karena harus bertoleransi dengan selain hukum Allah, harus bersekutu dengan orang kafir dalam penentuan suatu hukum. Saya melihat bahwa kemampuan akomodasi dengan cara demokrasi tidak akan sampai kepada derajat kamil/kaffah, karena di sana ada kompromi, toleransi, tenggang rasa.

K: Lalu, cara apa yang bisa mengakomodasi hukum Islam secara kaffah?

S: Jihad fii Sabilillah. Dengan cara itulah Islam telah jaya pada zaman para Nabi dan Rasul, dan dengan cara itu pulalah agama Islam ini akan kembali jaya di akhir zaman. Islam telah dimuliakan dengan jihad, dan akan kembali mulia dengan jihad.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan satu sifat dari sifat-sifat hizbullah, yaitu menjaga dan menyerukan persatuan Islam. Tolong Bapak sebutkan sifat-sifat yang lain!

S: Mereka itu sesuai firman Allah: Asidda’u ‘alal kuffar, ruhama’u bainahum (keras terhadap orang kafir, berkasih sayang sesama mereka).

K: Tolong Bapak sebutkan ciri hizbullah yang lain!

S: Mereka menyerukan agar kaum wanita muslimah kembali ke rumah untuk mendidik generasi muda Islam, sebagai kewajiban yang telah lama ditinggalkan atau sengaja dilupakan, yaitu perintah Allah 'azza wajalla: “Wa qorna fii buyuutikunna!”. Namun ananda, diantara mereka justru ada yang menjadi anggota parlemen, bercampur dengan laki-laki dan orang-orang kafir.

K: Tolong sebutkan satu lagi saja sifat yang lain!

S: Wahai ananda, mereka itu selalu memperjuangkan Hak Asasi Allah (HAA).

K: Setahu saya, semua partai Islam tentu memperjuangkan Hak Hak Allah, walaupun istilahnya tidak setenar mereka memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana tanggapan Bapak?

S: Itulah demokrasi. Inti dari konsep demokrasi adalah adanya hak individu, yaitu hak asasi manusia (HAM). Yaitu bahwa setiap orang, baik itu sholeh maupun jahat, mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Setiap orang boleh mengeluarkan pendapat yang harus dihargai.

K: Bukankah itu suatu konsep yang sangat baik?

S: Adakah padanya kebaikan, sementara konsep “hak asasi” mengatakan: segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu, selama perbuatan itu tidak mengggangu orang lain, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hak orang lain, maka itu adalah hak asasi dia yang harus didengar, dihargai dan dilindungi.

K: Saya belum memahami maksudnya, tolong dijelaskan lagi.

S: Di dalam negara demokrasi, apabila ada satu atau dua orang saja yang mempunyai pendapat, misalnya kita contohkan saja perkawinan sejenis (gay/lesbi), maka kedua orang tersebut berhak untuk turun ke jalan berdemonstrasi, menulis di media massa mendakwahkan idenya, membentuk organisasi, berbicara di depan parlemen untuk menuntut haknya, serta berhak untuk dilindungi hak asasinya tersebut.

K: Saya akan menentang kedua orang tersebut, karena homoseksual tidak bisa diterima oleh Islam.

S: Lho, ananda kan selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, maka ananda harus konsisten, sesuai prinsip demokrasi.

K: Baiklah, adakah contoh kongkrit yang lain?

S: Ketika para agamawan, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain menentang perbuatan seks di luar nikah seperti WTS, maka ada orang-orang yang mengaku dirinya nasionalis, aktifis HAM berkata membela: “Mereka itu mempunyai hak untuk makan, untuk hidup, untuk membiayai anak-anaknya yang lapar. Maka di saat mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja kecuali dengan menjual tubuhnya, maka kita harus memberikan kesempatan itu, memberikan haknya untuk hidup, selama di dalamnya ada rasa suka sama suka, saling menguntungkan dan tidak merugikan orang lain. Maka membunuh hak mereka, sama dengan membunuh anak-anaknya yang lapar. Begitu juga dengan istilah WTS yang cenderung menghinakan mereka, istilah itu harus diganti dengan yang lebih manusiawi seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). Demi keagungan prinsip demokrasi, anda harus menghargai hak-hak
mereka!!”

K: Tolong sebutkan satu saja contoh kongkrit yang lain?

S: Berjemur tanpa selembarpun busana di taman-taman kota di Jerman, masih dilarang oleh undang-undang dan ada padanya hukuman denda. Namun apa yang terjadi saat ini, ketika polisi mendatangi mereka dan mengingatkan akan peraturan ini, mereka mengatakan: “Ini adalah hak asasi saya, ada apa dengan anda? Apakah saya mengganggu hak orang lain?”

K: Wah, sangat tidak bisa dibayangkan ya Pak. Bagaimana kalau setiap orang jahat di Indonesia turun ke jalan lalu berkata: saya menuntut hak saya untuk bisa berbuat ini dan itu.

S: Singkatnya, ketika ada orang baik yang memperjuangkan suatu kebenaran, lalu ada orang jahat yang berkata: “Saya ingin melakukan yang berlawan dengan anda, dan ini adalah hak asasi saya, pendapat saya” maka ananda harus menghargainya, atas nama demokrasi.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan salah satu konsep demokrasi yaitu kebebasan berpendapat dan HAM. Lalu adakah konsep demokrasi lain yang janggal?

S: Di dalam memilih seorang pemimpin, katakanlah presiden, maka seorang da’i kondang sekelas Zainuddin MZ akan memiliki suara yang sama nilainya dengan seorang pelacur, perampok, koruptur yang sedang dipenjara, bahkan orang kafir, yaitu SATU suara. Jadi inti konsep demokrasi yang kedua adalah menang-menangan suara.

K: Lalu, apa kejanggalannya?

S: Konsep itu tentu akan membuat Al-haq tidak akan pernah menang, bahkan mustahil untuk menang.

K: Tidak akan pernah menang? Bukannya kita dapat bertarung dalam pemilu?

S: Bagaimana ananda akan bertarung, sementara Rasulullah telah mengabarkan tentang kekalahan itu.

K: Maksud Bapak?

S: Beliau mengabarkan bahwa jumlah orang-orang baik di akhir zaman itu cuma sedikit dan terasing (ghuroba'). Walaupun dalam hadits lain beliau mengabarkan bahwa jumlah orang Islam itu banyak, tapi mereka itu seperti buih, mereka itu asing dari agamanya, asing dari kebenaran. Yang benar menurut mereka asing, yang bathil menurut mereka benar. Bagaimana ananda bisa menang, sementara orang yang tidak suka pada kebenaran itu lebih banyak, bahkan mereka dari kalangan ummat Islam sendiri…..

K: Bagaimana dengan berusaha sekuat tenaga, kampanye yang tiada henti, menggunakan seluruh fasilitas dakwah, tv, koran dan sebagainya?

S: Adakah kabar dari Rasulullah itu bisa berubah?

K: Kalau begitu, selain demokrasi, adakah cara dakwah lain yang bisa membuat jumlah orang baik sebanding atau mengalahkan jumlah orang jahat?

S: Tidak ada satupun cara dakwah yang dapat menyeimbangkan angka tersebut, karena itu merupakan kabar dari Rasulullah. Di akhir zaman, orang-orang baik akan tetap sangat-sangat sedikit jumlahnya.

K: Lalu, buat apa kita berdakwah?

S: Kalau tujuannya untuk menang-menangan suara, maka kita tidak usah berdakwah, karena sudah pasti kita tidak akan pernah menang.

K: Lalu, dengan cara apa Ummat Islam akan menang?

S: Yang jelas ananda, bukan dengan meningkatnya jumlah orang baik dari orang jahat. Saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Justru semakin menuju akhir zaman, orang-orang akan semakin rusak, biduanita dan minuman keras makin merajalela, mereka meminta menghalalkan segala sesuatu yang haram, termasuk alat-alat musik (lihat hadits Bukhari).

K: Jadi Pak, kalau bukan dengan jumlah, dengan apa Ummat Islam bisa menang?

S: Itulah ananda. Di sini ada suatu hikmah yang sangat agung. Suatu hikmah yang hampir tidak pernah disadari oleh setiap muslim. Kemenangan akhir zaman itu suatu ketetapan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. Namun di sisi lain, Beliau pun mengabarkan akan keterasingan dan sedikitnya jumlah orang-orang baik (benar) pada waktu itu. Dengan sedikitnya jumlah, berarti demokrasi tidak akan bisa mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki. Saya sangat berharap, bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Al-Badr, yaitu kemenangan seperti pada perang Badr. Kemenangan yang gemilang, walaupun jumlah orang baik pada waktu itu cuma sedikit.

K: Kapankah sebetulnya kemenangan hakiki itu akan datang Pak?

S: Yaitu pada masa munculnya Al-Imam Mahdi, pada masa turunnya kembali Nabiullah ‘Isa ‘alahissalam.

K: Lho, berarti kemenangan yang hakiki itu akan datang di akhir zaman, tidakkah ada kemenangan sebelum itu?

S: Wallahu’alam. Dari beberapa dalil yang ada, sebagian orang berusaha menyimpulkan bahwa setelah tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani, maka ummat Islam akan mengalami suatu masa, dimana tidak akan ada lagi kekhalifahan yang sifatnya menyeluruh (mendunia). Ummat Islam akan berada dalam perpecahan, kebodohan yang sangat, penindasan, banyak ulama-ulama su’ yang mengajak ke lembah jahannam, digerogoti kaum kafir, dsb. Baru setelah itu akan datang kemenangan ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi yang akan berkuasa selama sekitar 40 tahun. Ternyata kemenangan itu pun cuma sesaat. Cuma 40 tahun saja. Makanya yang paling penting adalah bukan kemenangannya itu sendiri, melainkan bagaimana usaha kita dalam mewujudkan kemenangan itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah (konsep nubuwwah) serta tidak mengorbankan akidah.

K: Jadi tidak ada kabar bahwa diantara masa itu akan ada suatu daulah atau kekhalifahan yang berhasil diperjuangkan baik dengan cara demokrasi atau cara-cara lainnya?

S: Hanya itu kabar tentang Kemenangan Ummat Islam di akhir zaman sejauh yang saya ketahui dari dalil-dalil yang ada. Yaitu kemenangan hakiki yang ditandai dengan berdirinya Kekhalifahan Al-Mahdi.

K: Kalau kemenangan itu akan datang pada saat orang baik sedikit, lalu apa rahasianya mereka bisa menang, Pak?

S: Tentunya karena mereka mematuhi wasiat Rasul. Wasiat untuk orangorang yang hidup di akhir zaman.

K: Apa wasiat Beliau?

S: Wasiat yang telah kita diskusikan tadi pagi, yaitu wasiat untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasulullah, Sunnah Khulafaur Raasyidin, menggigitnya erat-erat dengan gigi-gigi geraham serta menjauhi semua kelompok (firqah) yang ada, walaupun harus mati dalam keadaan demikian (Lihat hadits-hadits tentang perpecahan ummat).

K: Bagaimana dengan wasiat itu mereka bisa menang?

S: Karena wasiat itu membawa manusia kepada persatuan yang hakiki. Persatuan pemahaman terhadap Sunnah yang haq, yaitu persatuan jasad dan ruh. Mereka senantiasa mengajak ummat Islam untuk “kembali”, yaitu dengan memberikan arahan menuju jalan pulang (tarbiyyah), sekaligus memperbaiki “jalan-jalan” yang telah membawa mereka pergi jauh dari sunnah itu (tasfiyyah). Wasiat itu senantiasa mereka perjuangkan dan terapkan, baik itu di masjid-masjid, masjis ta’lim, pada kurikulum madrasah/pesantren yang mereka mampu melakukannya. Itulah tempat-tempat harapan para kuntum dan kesuma Islam. Walaupun banyak orang menghinakannya.

K: Tapi sesuai dengan uraian Bapak, cara itupun tidak akan dapat membuat orang baik menjadi lebih banyak kan Pak?

S: Ananda benar. Ahlu sunnah itu akan tetap ghuraba (terasing) dan sedikit. Kita hanya berharap agar, walaupun jumlahnya sedikit, namun mereka akan ada di setiap penjuru desa. Berusaha untuk senantiasa konsisten dalam mempersiapkan jalan menuju kemenangan, sampai wasilah untuk menuju kemenangan itu datang. Adapun wasilah itu bisa saja datang dengan tiba-tiba. Pada saat wasilah itu datang, kita berharap mereka yang sedikit itu akan cukup mampu menjadi motor untuk membangunkan kaum muslimin yang sedang tertidur… terlena dengan kehidupan dunia….Bangun untuk menyambut datangnya sang wasilah…

K: Wasilah apa itu Pak?

S: Itulah jihad akhir zaman. Jihadul Akbar! dimana kaum muslimin akan berperang habis-habisan melawan Yahudi dan Nashrani.

K: Lalu, kenapa wasilah itu bisa datang dengan tiba-tiba?

S: Pada waktu perang Badr, Ummat Islam sangatlah sedikit. Mereka keluar dari kota Madinah bukan untuk berperang, persenjataan yang mereka bawa seadanya, hanya cukup untuk berjaga-jaga. Namun Allah menurunkan wasilah itu…..

K: Adakah kisah ini dari Rasulullah?

S: Rasulullah bersabda: “Akan tetap ada sebagian dari ummatku yang senantiasa menampakkan al-haq, apabila mendapatkan peghinaan, mereka tidak merasa gentar, dan mereka tetap konsisten seperti itu, sampai datang “keputusan” Allah kepada ….(au kama qolla Rasulullah).

K: Pak Sholeh, dengan alasan-alasan yang Bapak kemukakan, sekarang saya minimal bisa menghargai pendapat orang-orang yang berbeda dengan saya. Yaitu orang-orang yang tidak setuju dengan demokrasi. Karena ternyata mereka pun mempunyai alasan yang tidak gampang dibantah. Mereka itu berpendapat bukan tanpa ilmu. Walaupun hati ini belum merasa puas, karena masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

S: Syukurlah kalau Nak Khoirul memahaminya. Kita memang butuh tabayyun dengan orang yang berbeda pendapat. Akan lebih baik lagi, kalau Nak Khoirul langsung belajar dari kitab-kitab para ulamanya, tentu akan banyak didapati alasan-alsasan yang mempunyai sandaran Al- Qur’an dan Sunnah, daripada sekedar alasan dari saya yang dho’if.

K: Pak Sholeh, Bapak telah menjelaskan beberapa konsep demokrasi. Bapak telah menjelaskan beberapa sifat Partai Allah. Bapak pun telah menjelaskan bagaimana kedudukan partai politik di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Namun Pak, kalau kita meninggalkan gelanggang politik, justru hal itu akan membuat parah kaum muslimin. Karena dengan demikian, kaum kafir akan masuk ke dalam parlemen. Mereka, bersama orang-orang Islam yang jahil, akan membuat undang-undang yang justru akan menyengsarakan kaum muslimin. Mereka akan lebih menindas kaum muslimin, akan mengganti dengan hukum-hukum thagut yang lebih mengerikan. Presiden dan gubernur akan dijabat oleh orang kafir. Apakah ummat Islam tidak berdosa secara fardu kifayah? Apakah kita akan tinggal diam saja?

Hening……...

Kali ini Pemuda Khoirul berargumen cukup panjang. Pak Sholeh yang tadinya meladeni pertanyaan-pertanyaan dia dengan lancar, kini tiba-tiba wajahnya perlahan-lahan tertunduk lesu. Tatapannya merunduk, memandang permukaan karpet mesjid yang sudah usang dimakan usia. Raut wajahnya menampakkan kesedihan….Nampak jelas usianya yang telah menginjak setengah baya. Bibirnya tertutup rapat. Jari telunjuknya memainkan butiran-butiran pasir di atas karpet. Memang, telah lama Beliau memahami betul konsep demokrasi yang banyak bertentangan dengan Islam. Dengan mudah sekali Beliau bisa menjelaskan bagaimana demokrasi itu bertentangan dengan Islam. Bahkan bertentangan dengan semua agama. Karena Hak Asasi Manusia kadangkala atau bahkan senantiasa berbenturan dengan Hak Asasi “Tuhan”, yang diatur dalam agama-agama. Namun kali ini Beliau dihadapkan dengan sebuah realita. Pertanyaan yang memaksa Beliau terdiam cukup lama. Terlihat sekali berat dan susahnya Beliau menjawab pertanyaan ini. Seakan-akan beliau sedang merasakan kehilangan seorang ayah atau seorang ibu. Terlihat ada kaca-kaca air di matanya. Kaca-kaca air itu semakin terlihat jelas menggumpal. Lalu….setetes air mata jatuh dari wajahnya yang masih tertunduk, beliau mengangkat wajah dan berkata lirih hampir tak terdengar:

S: Ananda, inilah puncak pertanyaan dari segala pertanyaan seputar demokrasi. Akan ananda rasakan, betapa tipis sekali batas jawabannya, kecuali bagi orang-orang yang memikirkannya dengan bashiroh dan kehati-hatian. Inilah dilema Ummat Islam yang saya namakan Dilema Simalaka.

K: Apa itu Simalakama?

S: Legenda tentang suatu jenis buah, yang apabila seseorang memakannya, maka bapaknya akan mati, kalau tidak dimakannya, maka ibunya yang akan mati. Suatu keputusan yang sulit dipenuhi.

K: Mengapa bisa begitu Pak Sholeh?

S: Karena Ummat Islam dihadapkan pada dua persoalan yang sangat bertolak belakang. Yang satu adalah masalah kemustahilan, yang kedua adalah masalah realita-realita.

K: Saya jadi tidak mengerti. Tolong Bapak jelaskan lebih rinci lagi.

S: Baiklah, tapi saya akan bertanya dulu kepada ananda. Tolong ananda jelaskan, apa yang ananda fahami tentang “kemenangan” yang dijanjikan Rasulullah di akhir zaman bagi Ummat Islam.

K: Mmmm…yaitu berdirinya sebuah Daulah Islamiyyah berbentuk kekhalifahan…mmmm dan terealisasinya Hukum Islam secara kaffah.

S: Cukup bagus. Kira-kira bagaimana hal itu bisa dicapai.

K: Mmm….Saya tidak tahu….mmm dengan diplomasi atau kompromi rasanya tidak mungkin…mmm mungkin dengan jihad kali Pak.

S: Baiklah. Coba ingat-ingat kembali prinsip demokrasi. Yaitu prinsip menghargai perbedaan pendapat, adanya kompromi dan negosiasi dengan orang kafir, kompromi dengan orang Islam yang tidak faham Islam, seperti para nasionalis, aktifis HAM, adanya sistem satu suara lawan satu suara, sementara jumlah orang yang benar itu kata Rasulullah cuma sedikit. Menurut ananda, apakah mungkin Daulah Islamiyyah dan Hukum Islam kaffah tadi akan dapat ditegakkan dengan cara ini?

K: Mmmm….rasanya koq tidak mungkin Pak…Kalaupun mungkin…rasanya akan sangat lama sekali Pak…karena di sana ada kompromi dan sikap menghargai pendapat orang lain…agama lain…aturan lain…

S: Nak Khairul, itulah yang saya maksud dengan “kemustahilan”.

K: Tapi kalau kita meninggalkan demokrasi, bisa-bisa presiden kita akan dijabat oleh orang non-muslim, hukum-hukum bisa diganti oleh mereka dengan yang merugikan Islam. Bukankah
begitu?

S: Ananda benar. Namun tetap saja, apakah hal itu akan membawa kepada “Kemenangan” seperti yang telah ananda definisikan tadi? Yaitu kemenangan hakiki, kemenangan yang kaffah?

K: Mustahil, karena di sana ada kompromi, ada toleransi.

S: Kalau mustahil, kenapa jalan itu tetap ditempuh?

K: Tapi, minimal kita telah berusaha untuk menyelamatkan kaum muslimin, walaupun saya tahu jalan itu tidak akan mencapai kemenangan yang hakiki kecuali dengan jihad.

S: Inilah salah satu “realita” yang saya maksud. Tadi ananda sebut-sebut tentang menyelamatkan kaum muslimin. Sekarang saya mau bertanya, siapa sebenarnya yang harus ananda selamatkan di antara kaum muslimin itu?.

K: Tentunya yang paling penting adalah saya sendiri. Kemudian keluarga saya serta kaum muslimin seluruhnya. Kira-kira begitulah kalau saya urutkan menurut skala prioritas.

S: Baiklah. Lalu, apa sih sebenarnya yang harus anda selamatkan dari diri ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin tadi.

K: Agar tidak jatuh pada kesyirikan baik besar maupun kecil. Itu yang paling utama, karena itulah inti dakwah para Nabi. Hal itu menjadi yang paling utama, karena itu adalah masalah surga dan neraka. Allah telah berfirman: “Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”.

S: Baiklah. Setelah masalah syrik, kira-kira prioritas apalagi yang harus ananda selamatkan dari diri ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin?

K: Kalau masalah surga dan neraka sudah terselamatkan, maka saya akan berusaha agar ibadah saya, keluarga saya dan kaum muslimin diterima oleh Allah. Adapun kuncinya cuma ada dua, yaitu ikhlash dan ittiba’ dengan menyempurnakan seluruh ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

S: Baiklah. Tadi saya telah jelaskan sebuah “realita” yang sedang dihadapi oleh Ummat Islam, yaitu bahwa Ummat Islam terpaksa harus memilih sistem demokrasi. Sekarang ananda akan saya bawa kepada realita yang kedua.

K: Realita apa itu Pak?

S: Ananda telah katakan bahwa prioritas utama dalam menyelamatkan ananda sendiri, keluarga dan kaum muslimin seluruhnya adalah dengan menjauhkan syirik. Kira-kira langkah apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan hal itu kepada ummat, yang mereka itu suka tahayyul, penuh dengan khurofat, suka berkunjung ke makam-makam keramat untuk berdoa, jimat, jampi-jampi, perdukunan, mistik, dsb?

K: Tentu saya akan menyampaikannya di manapun kesempatan itu datang pada saya, insya Allah.

S: Apabila kesempatan itu ada di depan parlemen, anggap saja ananda memilih jalan itu, apakah ananda juga akan menyampaikannya? Mengusulkan kepada parlemen agar segera membuat aturan untuk melarang tour/ziarah ke kuburan-kuburan dan menutup pintu-pintu kemusyrikan?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah. Nampaknya ada yang sedang ananda pertimbangkan kalau ananda harus menyampaikan hal itu di depan parlemen. Kalau begitu, bagaimana kalau kita turun ke jalan saja berdemonstrasi?

K: Mmmmm…..Rasanya juga tidak mungkin Pak, karena hal itu justru akan memecah-belah kaum muslimin dan membenci partai saya.

S: Kalau begitu ananda tidak konsisten. Bukankah tadi ananda katakan bahwa hal itu merupakan masalah surga dan neraka bagi ummat? Masalah yang menjadi prioritas pertama yang harus ananda selamatkan dari ummat? Dimanakah konsistensi ananda?

K: Bapak benar.

S: Selanjutnya ananda katakan bahwa prioritas yang kedua yang harus diselamatkan dari ummat adalah ibadah yang diterima oleh Allah dengan dua kuncinya yaitu ikhlash dan ittiba’. Ananda sudah tahu bahwa Ummat Islam ini telah berpecah belah dan banyak penyimpangan dalam peribadahan mereka. Ada yang sholat di kuburan, ada yang tahlilan, ada yang tidak perlu sholat kalau sudah sampai derajat tertentu (tarikat), ada yang menghalalkan musik padahal dalam hadits Bukhari jelas-jelas Rasulullah mengharamkan alat-alat musik, ada yang memotong ayam lalu mengelilingkan darahnya pada rumah yang baru di bangun, istighosah dan doa bersama dengan kaum kafir, ikut perayaan natalan, wanita karir, dsb. Kira-kira jalan apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan prioritas kedua ini kepada kaum muslimin?

K: Mmmm….saya rasa hal-hal itu pun tidak mungkin bisa disampaikan melalui parlemen atau demonstrasi, karena tentunya akan memecah-belah ummat dan membenci partai saya. Lagi pula itu kan masalah khilafiyyah.

S: Mengapa khilafiyyah?

K: Karena sebagian besar Ummat Islam Indonesia kan menganut madzhab Syafi’i, sehingga bisa saja berbeda dengan madzhab lain.

S: Ananda tidak perlu menyampaikan madzhab lain. Ananda cukup meluruskan pemahaman mereka tentang madzhab Syafi’i yang mereka anut itu. Yaitu bahwa Imam Syafi’i mengharamkan segala jenis jimat, jampe, berdoa di kuburan-kuburan, mengunjungi masjid-masjid yang ada kuburannya. Beliau tidak mengenal tahlilan. Beliau tidak mengenal sistem tarikat. Beliau melarang berdoa atau istighosah bersama orang kafir, merayakan perayaan keagaaman mereka. Beliau mengharamkan musik, menyuruh wanita tinggal di rumah dsb.

K: Mmmmm……

S: Baiklah. Kalau begitu, kapan dan dimana ananda merasa lebih nyaman untuk menyampaikan masalah-masalah itu kepada ummat?

K: Mungkin di masjid-masjid, masjlis ta’lim, madrasah, pesantren…

S: Justru tempat itulah yang dihinakan oleh orang-orang yang mengagungkan dakwah lewat parlemen. Seolah-oleh parlemen adalah tempat yang mulia untuk berdakwah. Mereka menghinakan orang yang dakwah dari masjid ke masjid, seolah melupakan permasalahan ummat….Padahal siapa sebenarnya yang melupakan atau pura-pura lupa akan “permasalahan terpenting” ummat?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah, bagaimana kalau ananda meyampaikannya di dalam kampanye sewaktu berkunjung ke daerah-daerah?

K: Maksud Bapak menyampaikan masalah syirik dan penyimpangan ibadah dalam kampanye?

S: Ya. Karena kata ananda itu adalah prioritas pertama dan kedua.

K: Tentu baru beberapa menit mereka akan lari Pak.

S: Kalau begitu, materi apa yang akan ananda sampaikan dalam kesempatan kampanye itu?

K: Tentang program kristenisasi, tentang ketidakadilan, tentang korupsi, tentang pornografi, tentang harga-harga yang naik terus, tentang pengangguran, dan masih banyak lagi.

S: Ananda sungguh sangat tidak konsisten.

K: Kenapa begitu Pak?

S: Karena tadi ananda mengatakan bahwa prioritas dakwah yang harus disampaikan kepada ummat adalah syririk, kemudian yang kedua adalah cara beribadah yang benar.

K: Dalam berkampanye kan kita harus terlebih dahulu menyentil ummat dengan masalah-masalah seputar mereka agar mereka setuju dengan kita lalu menyerahkan suaranya kepada kita. Sehingga nantinya kita bisa membela mereka di hadapan parlemen.

S: Apa yang akan ananda bela di hadapan parlemen? Apakah ananda akan meminta parlemen untuk mengampuni kesyirikan mereka, penyimpangan ibadah mereka?

K: Mengenai masalah tauhid/syirik dan penyimpangan ibadah, walaupun itu menjadi prioritas dakwah, tapi masih bisa disampaikan oleh rekan-rekan dari devisi dakwah pada kesempatan yang lain.

S: Sebenarnya pada poin ini ananda sudah tidak konsisten terhadap prinsip-prinsip ananda sendiri. Tapi baiklah, kalau seandainya itu merupakan tanggungjawab dari devisi dakwah. Akan tetapi, devisi dakwah partai manakah yang dengan lantang menyerukan pemberantasan kesyirikan dan penyimpangan ibadah? Partai Islam manakah yang berani menentang masuknya paham syi’ah ke Indonesia? Hampir semua devisi dakwah mengatakan bahwa kita harus bertoleransi demi menjaga keutuhan ummat. Apakah mereka berusaha menutup mata ketika ahlu sunnah dibantai di negara yang mayoritas syi’ah, ulamanya dipenjara dan disiksa? Apa sikap ananda terhadap mereka? Padahal mereka itu senantiasa menghujat para shahabat Nabi?
Bagaimana kalau banyak kaum muda yang tertarik masuk syi’ah? Sungguh ananda tidak sedang berusaha membela agama ananda, tidak sedang berupaya memurnikan Islam. Ananda tidak sedang menyelamatkan ummat ini, apa sebenarnya yang sedang ananda selamatkan?

K: Mmmm…..

S: Baiklah, katakanlah ternyata ada devisi dakwah sebuah partai yang berani berkata seperti itu, walaupun saya belum melihatnya di Indonesia saat ini. Lalu, manakah yang lebih baik, berdakwah dengan membawa-bawa nama partai, berbaju dengan baju partai, atau berdakwah dengan tidak mengatasnamakan kelompok tertentu. Kira-kira manakah dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia? dan lebih dicintai Allah? Ananda, justru tanggungjawab ada di pundak ananda sebagai juru dakwah. Saat kampanye, adalah saat ananda pertama kali berjumpa dengan kaum muslimin dan mungkin tidak akan pernah lagi ananda berjumpa dengan mereka. Mengapa ananda tidak berusaha menyelamatkan mereka dengan hal-hal yang pokok? Padahal masalah sesungguhnya yang hakiki yang sedang menyelimuti mereka adalah sesuatu yang akan mejerumuskan mereka ke dalam neraka? Yaitu syirik dan penyimpangan ibadah. Adakah masalah yang lebih besar dari itu sehingga ananda mengesampingkannya? Inilah yang saya maksud dengan realita yang kedua.

K: Pak Sholeh, apa yang akan Bapak nasehatkan untuk diri saya?

S: Ananda, demokrasi adalah sesuatu yang dharuri. Begitu (bahkan) kata sebagian ulama yang membolehkan demokrasi. Namun herannya ada diantara kaum muslimin yang bangga dengan julukan pejuang-pejuang demokrasi. Padahal, apabila kita melihat prinsip-prinsip demokrasi, maka semakin suatu negara menuju kepada kesempurnaan demokrasi, maka setiap orang akan semakin bebas untuk mengeluarkan ide dan pendapatnya. Ananda, sekarang ananda tinggal memilih salah satu dari dua jalan. Ada jalan demokrasi dan ada jalan dakwah nubuwwah. Namun keduanya bagaikan keping mata uang yang saling berseberangan. Yang satu penuh toleransi dan ada padanya pengorbanan akidah, yang satunya penuh ketegasan dan lebih dekat kepada terselamatkannya akidah. Tentu pada kedua jalan itu ada kesempatan kita untuk beribadah dan berjuang secara maksimal. Pada keduanya juga ada manfaat bagi kaum muslimin, tergantung jenis manfaat apa yang akan diperjuangkan. Gunakanlah bashiroh serta hikmah yang mendalam. Ananda bebas memilih salah satu dari kedua jalan itu. Pilihlah jalan yang dapat menyelamatkan ananda sendiri dan kaum muslimin dari adzab neraka, serta bermanfaat bagi Agama Islam dengan membela “kemurniannya.” Juga nasehat saya, takutlah untuk tidak melanggar/mengorbankan hukum-hukum Allah dalam memperjuangkan kebenaran tersebut. Apapun yang menjadi keputusan ananda, maka hal itu tidak boleh menyebabkan perpecahan dengan orang yang berseberangan dengan ananda. Apalagi tentunya kalau ananda memilih jalan demokrasi, ananda tentu akan lebih bisa menghargai pendapat orang lain. Persatuan tetap merupakan perintah dari Allah. Berta’awuun untuk amar ma’ruf nahi mungkar bersama setiap orang Islam tetap merupakan perintah Allah.

Tak terasa waktu sudah mendekati adzan maghrib. Kebetulan terlihat Pak Ahmad (ketua salah satu partai Islam) datang ke mesjid untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib. Mereka berdua segera menghampirinya. Pemuda Khoriul membuka percakapan:

K: Assalamu’alaikum Pak Ahmad?

Pak Ahmad (A): Wa’alaikumussalam, eh Nak Khoirul dan Pak Sholeh. Apa kabar nih?

K: Alhamdulillah kami berdua baik-baik saja. Maaf kami sengaja menghampiri Bapak untuk menyampaikan sesuatu.

A: Ah, kok terasa formal sekali. Apa yang akan ananda sampaikan Nak Khoirul. Jangan membuat Bapak kaget ya!

K: Tidak Pak. Kami cuma ingin menyampaikan bahwa dalam menghadapi Program kristenisasi “Jusuf 2004” ini, saya dan Pak Sholeh siap menyampaikan masalah ini di masjid-masjid, masjlis ta’lim, pesantren-pesantren yang biasa kami dakwah di dalamnya.

A: Masya Allah….Masya Allah….Bapak sangat bersyukur sekali Nak Khoirul. Ini merupakan suatu nikmat yang paling berharga yang Bapak peroleh hari ini. Mudah-mudahan keinginan ananda dan Pak Sholeh diridhoi Allah. Teman-teman di partai pasti akan sangat senang sekali mendengarnya. Oya, apakah ini berarti Nak Khoirul dan Pak Sholeh akan bergabung dengan partai kami, memakai baju kami?

Pemuda Khoirul tidak menjawab. Kedua matanya beradu tatapan dengan Pak Sholeh. Saling memandang dan terdiam bisu. Dia tidak bisa menjawab.Teringat semua argumentasi Pak Sholeh tentang demokrasi. Tentang bagaimana prinsip bebas berpendapat, menghargai pendapat, yang justru akan memberikan kesempatan bagi orang jahat untuk menghalangi kebenaran dengan mengatasnamakan HAM, tentang bagaimana setiap partai harus mendulang suara, padahal jumlah orang baik di akhir zaman itu hanya sedikit. Teringat kembali betapa akan banyak pencampuran antara yang hak dan yang batil. Teringat kembali akan sifat-sifat hizbullah (partai Allah), yang diantaranya adalah keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang dengan sesama muslim. Teringat akan adanya kemustahilan dalam pencapaian kemenangan melalui kompromi dan toleransi. Teringat bagaimana kemenangan hakiki itu bisa dipetik hanya dengan jihad, bukan dengan kompromi atau toleransi. Teringat akan adanya realita-realita. Teringat akan kaum muslimin yang sedang berkubang dalam lumpur syirik dan penyimpangan ibadah. Teringat bagaimana demokrasi akan menghambat penyampaian kebenaran dengan alasan persatuan ummat. Teringat akan persatuan ummat secara jasadi warruhi. Teringat akan wasiat Rasulullah kepada orang-orang yang hidup di akhir zaman untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma para shahabat. Teringat akan makna “kembali”, yaitu dengan menyampaikan pendidikan kepada ummat (tarbiyyah) dan memurnikan agama Islam (tashfiyyah). Adzan Maghrib nyaring berkumandang. Pemuda Khoirul belum juga menjawab pertanyaan Pak Ahmad. Dirasakannya betul bagaimana reaksi Pak Ahmad kalau dia harus mengatakan “tidak!”. Tentu akan panjang sekali penjelasan yang harus disampaikan, akan sulit sekali difahami, dikaji dan diputuskan, akan ada kembali sebuah diskusi yang panjang dan melelahkan, diskusi tentang sebuah dilema bagi ummat Islam. Dilema yang seolah di dalamnya ada kebaikan namun ada juga keburukan yang ganas. Dilema yang menjadi perdebatan kaum muslimin di akhir zaman. Dilema yang terkadang menjadikan perdebatan menjurus kepada tidak saling menghargai pendapat. Itulah sebuah dilema yang butuh kehati-hatian dan bashiroh yang mendalam dalam memahaminya. Dilema yang butuh hikmah dalam menjawabanya. Dilema Simalakama !

Dhahran-Saudi Arabia, Ahad 22 Sha’baan 1424 H.

Label:

Tulisan ini diposting oleh : Abu Muhammad Fatih Al-Ghifari Hary Noorcahya, pada pukul :15.09  0 Buka komentar!,



Apa itu Wahabi ?



Oleh : Ustadz DR. Ali Musri SP



Pertama dan utama sekali kita ucapkan puji syukur kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan yang sangat berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam rangka menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ‘ubudiyah kita kepada-Nya. Kemudian salawat beserta salam buat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah bersusah payah memperjuangkan agama yang kita cintai ini, untuk demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi ini, begitu pula untuk para keluarga dansahabat beliau beserta orang-orang yang setia berpegang teguh dengan ajaran beliau sampai hari kemudian. Selanjutnya tak lupa ucapan terima kasih kami aturkan untuk para panitia yang telah memberi kesempatan dan mempercayakan kepada kami untuk berbicara di hadapan para hadirin semua pada kesempatan ini, serta telah menggagas untuk terlaksananya acara tabliq akbar ini dengan segala daya dan upaya semoga Allah menjadikan amalan mereka tercatat sebagai amal saleh di hari kiamat kelak, amiin ya Rabbal ‘alamiin. Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, panitia telah mempercayakan kepada kami untuk berbicara dengan topik: Apa Wahabi Itu?, semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut. Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:

· Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
· Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?.
· Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi.
· Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
· Ringkasan dan penutup.

Keadaan Yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi Para hadirin yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatar belakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek aqidah secara khusus. Dari segi aspek politik Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah, terlebih khusus daerah Nejd, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama. Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan mereka, begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama dengan benar, dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar. Dari segi aspek agama, pada abad (12 H / 17 M) keadaan beragama umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek aqidah, banyak sekali di sana sini praktek-praktek syirik atau bid’ah, para ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak di samping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu, sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan segi batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik. Pada saat itu di Nejd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga praktek-praktek syirik terjadi di sana sini seperti meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian, atau mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di Nejd, namanya kampung Jubailiyah di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al Kadzab, manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat, begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana. Adapun daerah Hijaz (Mekkah dan Madinah) sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok serta membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdoa di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dsb (lihat pembahasan ini dalam kitab Raudhatul Afkar karangan Ibnu Qhanim). Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab. Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al- Qawa’id Arba’: “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu, kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya, sedangkan kesyirikan pada zaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya”. Dalilnya firman Allah:
َ“Maka apabila mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka kembali berbuat syirik.” (QS. al-Ankabut: 65)
Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam dalam lautan, mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholeh, batu dan pepohonan, namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat. Dalam keadaan seperti di atas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada Agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya“. (HR. Abu Daud no. 4291, Al Hakim no. 8592) Pada abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejd, yaitu: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Dari Kabilah Bani Tamim. Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Bahwa mereka (yaitu Bani Tamim) adalah umatku yang terkuat dalam menentang Dajjal.” (HR. Bukhari no. 2405, Muslim no. 2525) tepatnya tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama, kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejd, belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal al-Qur’an, ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya, dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Basrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang mana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah. Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil”. Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: “Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya firman Allah yang artinya:
َِْْْ“Ketahuilah sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosamu.” Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal”. Setelah beliau kembali dari pertualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi Qadhi (hakim). Selain berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau meninggal tahun 1153, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk dakwah, selanjut beliau berpindah ke ‘Uyainah, ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa, namun akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beliau berpindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah, ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau, termasuk sebagian di antara murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah, akhirnya timbul inisiatif dari sebagian dari murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’yah tentang kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat di mana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menumpang, maka di situ terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa di antara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh Aqidah kebakaran jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid. Kepada Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar mereka para musuh dakwah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah. Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus Syubuhaat: “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah subhaanahu wa ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah:
“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan.” (QS. al-An-’am: 112) Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya, bahkan di antara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya, beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan penyair, begitu pula pera ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjarakan, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia, supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan. Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim: “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian, lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis, yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:

· Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat.
· Bahwa saya mengatakan manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
· Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
· Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
· Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang saleh (yang masih hidup -ed).
· Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
· Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka’bah dengan pancuran kayu.
· Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
· Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah.
· Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata. Lalu beliau tutup dengan firman Allah:
ٌََِ“Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.” (QS. al-Hujuraat: 6) (baca jawaban untuk berbagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut, 1. Mas’ud an- Nadawy, Muhammad bin Abdul Wahab Muslih Mazlum, 2. Abdul Aziz Abdul Lathif, Da’awy Munaawi-iin li Dakwah Muhammad bin Abdil Wahab, 3. Sholeh Fauzan, Min A’laam Al Mujaddidiin, dan kitab lainnya)

Pokok-Pokok Landasan Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi
Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka, hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3).

Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut:
“Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda semua:
· Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk.
· Termasuk dalam beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahriif (mengubah pengertiannya) dan tidak pula ta’tiil (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satupun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (Musabbihah atau Mujassimah))
· Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah kalamullah yang diturunkan, ia bukan makhluk, datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
· Saya beriman bahwa Allah itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya, tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya, tiada satupun yang keluar dari kehendak-Nya.
· Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati, saya beriman dengan azab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara ruh dan jasad, kemudian manusia dibangkit menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak bekhitan, matahari sangat dekat dengan mereka, lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada masing-masing mereka, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.
· Saya beriman dengan telaga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
· Saya beriman dengan shirat (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam, manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.
· Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Dia adalah orang pertama sekali memberi syafa’at, orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan
bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
· Saya beriman dengan surga dan neraka, dan keduanya telah ada sekarang, serta keduanya tidak akan sirna.
· Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah dalam surga kelak.
· Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul, tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar sirah Ar Rasul, bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.)
· Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para keluarga beliau, saya memuji mereka, dan mendoakan semoga Allah meridhai mereka, saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.
· Saya mengakui karamah para wali Allah, tetapi apa yang menjadi hak Allah tidak boleh diberikan kepada mereka, tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karamah atau tidak menghormati para wali)
· Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa, dan tidak pula menguarkan mereka dari lingkaran Islam. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau mengkafirkan kaum muslimin, atau berfaham khawarij, baca juga Manhaj syeikh Muhammad bin Abdul Wahab fi masalah at takfiir, karangan Ahmad Ar Rudhaiman)
· Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut faham khawarij (teroris))
· Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah, saya menilai mereka secara lahir, adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah.
· Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari perkataan dengan lidah, perbuatan dengan anggota tubuh dan pengakuan dengan hati, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Bukti Kebohongan Tuduhan Wahabi Tehadap Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kita sebutkan di atas, tentu dengan sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut. Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebar luaskan oleh musuh dakwah Ahluss sunnah ke berbagai negeri Islam, sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut. sekalipun telah terbukti kebohongannya, bahkan seluruh karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan tersebut. Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau “Ushul Tsalatsah” kitab yang kecil sekali, tapi penuh dengan mutiara ilmu, beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermazhab syafi’i jika beliau tidak mencintai para imam mazhab yang empat atau hanya berpegang dengan mazhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut. Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata:
“Saya katakan kepada orang yang menentangku, sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian, jangan kalian ambil dari ucapanku sedikitpun, tetapi apabila kalian telah mengetahui perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya.” (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3) Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan, seperti dari daerah Yaman Imam Asy Syaukani dan Imam As Shan’any, dari India Syekh Mas’ud An-Nadawy, dari Irak Syaikh Muahmmad Syukri Al Alusy. Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebar oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya: “Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan
itu semua”. (al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40) Begitu pula Syaikh Mas’ud An-Nadawy dari India berkata:
“Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdu Wahhab adalah penamaannya dengan wahabi, tetapi orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam, lalu Inggris dan turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan.” (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum, hal: 165)
Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul
“Inilah Aqidah Kami”: “Mereka menamakan kami sebagai orang-orang wahabi, mereka menamakan mazhab kami wahabi, dengan anggapan sebagai mazhab khusus, ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut mazhab dan aqidah baru, Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah salafus sholeh, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafus sholeh. Kami memuliakan imam-imam yang empat, kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam; Malik, Syafi’i , Ahmad dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fikih berpegang dengan mazhab hambaly.” (al Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216)
Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlussunnah bahwa teroris diciptakan oleh wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa Mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membikin mazhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab. Pembicara sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.
· Untuk mata kuliah Aqidah: kitab “Syarah Aqidah Thawiyah” karangan Ibnu Abdil ‘iz Al Hanafi, “Fathul Majiid” karangan Abdurahman bin Hasan Al hambaly. Ditambah sebagai penunjang, “Al Ibaanah“ karangan Imam Abu Hasan Al Asy’ari, “Al Hujjah” karangan Al Ashfahany Asy Syafi’i, “Asy Syari’ah” karangan Al Ajurry, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Khuzaimah, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Mandah, dll.
· Untuk mata kuliyah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi’i, Tafsir Asy Syaukany. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir At Thobary, Tafsir Al Qurtuby Al Maliky, Tafsir Al Baghawy As Syafi’i, dan lainnya.
· Untuk mata kuliyah Hadits: Kutub As Sittah beserta Syarahnya seperti: “Fathul Bary” karangan Ibnu Hajar Asy Syafi’i, “Syarah Shahih Muslim” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, dll.
· Untuk mata kuliyah fikih: “Bidayatul Mujtahid” karangan Ibnu Rusy Al maliky, “Subulus Salam” karangan Ash Shan’any. Ditambah sebagai penunjang: “al Majmu’” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, kitab “Al Mughny” karangan Ibnu Qudamah Al Hambali, dll. Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan mesjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah seperti tuduhan teroris dan wahabi. Selanjutnya kami mengajak para hadirin semua apabila mendengar
tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana
perintah Allah kepada kita:
ٌَ“Wahai orang-orang yang beriman, bila seorang fasik datang kepadamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kamu tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu menjadi menyesal terhadap apa yang kamu lakukan”.
Karena buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagikan secara gratis, di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada mazhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meneladani Rasulullah dan para sahabatnya serta generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat.

Ringkasan Dan Penutup

Ringkasan:
· Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.
· Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik, selama umat tidak beraqidah benar selama itu pula politik tidak akan stabil.
· Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantang dalam menegakkan dakwah.
· Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah, bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.
· Tuduhan wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
· Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, tetapi seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
· Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karangannya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

Penutup
Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini, semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi hadirin semua, semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

*) Penulis adalah Rektor Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur

Label:

Tulisan ini diposting oleh : Abu Muhammad Fatih Al-Ghifari Hary Noorcahya, pada pukul :14.05  0 Buka komentar!,



Membongkar Selubung Hizbut Tahrir



Oleh Syaikh 'Abdurrahman Ad Dimasyqiyyah
Sumber : www.salafipublications.com
Artikel ID :GRV030001


Selalu ada pergelutan antara al haq dengan al bathil. Dan Allah telah mengirimkan sekelompok orang yang mempergunakan waktunya guna melindungi dan membela dien ini (yaitu Al Qur'an dan As Sunnah). Di lain pihak, ada orang-orang yang mengaku dan merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan. Padahal Allah telah berfirman tentang mereka, "Dan ketika dikatakan pada mereka supaya jangan berbuat kerusakan di muka bumi ini dengan perbuatannya, mereka berkata tapi kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan'. Tapi sesungguhnya mereka adalah pembuat kerusakan namun mereka tidak menyadarinya" (Al Baqarah 11-12)
Mereka adalah orang-orang yang berbahaya, karena mereka menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang melakukan perbaikan padahal kenyataannya mereka adalah perusak agama. Pada abad ke 20, yang merupakan akhir dari kerajaan 'Ustmani, banyak bermunculan kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang mengatas namakan Islam, yang menyatakan bahwa masuk ke dalam dunia politik atau mengambil cara-cara politik adalah merupakan jalan atau cara terbaik guna menjaga martabat Islam dan umat Islam. Namun mereka tidak menganggap bahwa problem utama dari turunnya martabat Islam adalah kelemahan umat Islam. Kelompok-kelompok ini mendasari pemikiran-pemikirannya dengan berdasarkan pada tekanan-tekanan dan emosional, bukan dengan ilmu (agama), dan mereka tidak berusaha untuk mencari ilmu itu. Tingkah laku mereka semrawut, sehingga dengannya tercipta kekacauan. Usaha dakwah kepada Tauhid, dakwah kepada Al Qur'an dan As Sunnah tidaklah diambil dalam manhaj mereka, kecuali bila situasi politik memperbaiki keadaan umat. Mereka berkata "simpanlah dulu usaha-usaha dakwah semacam itu di rak-rak kalian sampai situasi politik kita memperbaikinya". Padahal berjuta-juta orang menunggu pada dakwah al haq ini. Tapi mereka hanyalah memprioritaskan dakwah mereka untuk kembali pada khilafah. Sampai-sampai mereka menggantungkan semua hal dan tidak ada yang bisa dilakukan sampai khilafah kembali. Sehingga ketika mereka menyikapi orang-orang kuffar, mereka berkata "biarkan mereka masuk neraka", kenapa mereka berkata demikian? "Karena orang-orang kuffar itu telah merebut tanah-tanah kaum muslimin", menurut mereka. Padahal dakwahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah demikian. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memprioritaskan dakwah kepada tauhid kepada umat manusia, walaupun nantinya hanya satu orang yang mengikuti beliau. Sebenarnya banyak dari musuh-musuh Islam yang menjadi pemimpin-pemimpin kaum Muslimin (dikarenakan lemahnya pemahaman umat Islam akan dakwah al haq) , ini seharusnya tidak boleh dilupakan oleh kita. Dan orang-orang kuffar menyadari hal ini, sehingga mereka mendukung misionaris-misionaris agama mereka yang membuka jalan atau kesempatan untuk masuk ke dalam komunitas muslimin. Dan seharusnya kita lah, Umat Islam, yang melakukan hal tersebut, yaitu mendakwahi orang-orang kuffar itu sehingga mereka masuk Islam, yang dengan masuknya ke dalam Islam ini dapat memasukkan dia ke dalam surga dan menyelamatlannya dari neraka. Tapi para "politisi" kita, seperti Hizbut Tahrir dan yang lainnya, tidaklah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang harus dipertimbangkan. Orang-orang (kelompok-kelompok) itu hanyalah berbicara tentang konspirasi-konspirasi yang dilakukan barat, invasi kebudayaan, bagaimana umat Islam diserang oleh kaum kuffar lewat buku-buku, sekolah-sekolah dan lain-lain. Padahal sebenarnya sudah ada jenis invasi lain yang mengambil tempat di tengah-tengah muslimin, yang sudah terjadi mulai berabad-abad yang lampau sampai sekarang, yaitu Sufisme dan Ilmul Kalam. Jenis invasi ini membajak agama yang didalamnya terdapat kesesatan-kesesatan. Malah sekarang orang-orang mengajarkan kesesatan-kesesatan ini di sekolah-sekolah Islam, bahkan ada yang menjadi sarjana di bidang ini dan lain-lain. Maka invasi itu tidak hanya invasi kebudayaan dari barat saja, tapi kita pun harus mengetahui jenis invasi ini. Hal lain yang harus kita perhatikan adalah mencari sebab-sebab keruntuhan umat. Karena keruntuhan umat itu tidaklah terjadi kecuali disebabkan oleh hal-hal tertentu yang menjadikan kenapa hal ini terjadi. Tapi orang-orang ini berkata "Tidak ada yang salah padamu, ini semua adalah tanggung jawab orang-orang kuffar sehingga semua ini terjadi, karena mereka menolak hukum Allah". Padahal jika kita, umat Islam, pun tidak mematuhi hukum Allah, maka Allah pun mempunyai hukum untuk menghukum kita. Diantara kelompok-kelompok yang memakai cara-cara politik itu adalah Hizbut Tahrir. Mereka, orang-orang Hizbut Tahrir, ini mempunyai ciri-ciri yang khas dalam setiap pembicaraannya, diantaranya yaitu selalu mendengung-dengungkan masalah khilafah, Adzab Kubur dan Hadits Ahad (maksudnya adalah mereka menolak adanya adzab kubur dan hadits ahad). Itulah ciri-ciri khas dari Hizbut Tahrir. Mereka mengajarkan bahwa hal tersebut adalah merupakan sesuatu yang harus prioritaskan. Mereka berkata "jika kamu tidak berusaha untuk menegakkan khilafah, maka kamu musyrik", apakah mereka berkata demikian? Ya, karena kamu tidak berusaha untuk menegakkan khilafah!!!. Lalu apakah kaum muslimin pada masa kehidupan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di Makkah dan belum hijrah ke Madinah, mereka itu musyrik? Perlu diperhatikan sebelum kita masuk ke dalam permasalahan yang akan kita bicarakan ini. Hendaknya diingat bahwa hal yang kita lakukan ini adalah dalam rangka perbaikan diri, terutama pada diri-diri kita sendiri. Sebab kita memang membutuhkan koreksi. Oleh karena itu, hanyalah orang-orang yang memerlukan pada perbaikan diri akan mendengarkan (membaca) penjelasan ini, sedangkan orang-orang yang fanatik tidak akan mendengarkan dan menghiraukannya. Ketika orang-orang sibuk melakukan bantahan terhadap syubhat-syubhat Hizbut Tahrir, ada satu hal yang sering luput untuk diperhatikan dan tidak diketahui oleh mereka. Yaitu tentang aqidah yang dianut pendiri Hizbut Tahrir ini. Pendiri kelompok ini adalah seorang yang beraqidah asy'ariyah maturidiyah, dan dia menyatakan bahwa orang-orang asy'ariyah maturidiyah sebagai Ahlut Tauhid wa Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ini adalah salah satu yang harus kita bongkar terlebih dahulu dari kelompok ini, bukan hanya membahas permasalahan-permasalahan mereka dalam mengingkari hadits ahad dan adzab kubur atau dakwahnya kepada penegakkan khilafah saja. Mereka mempunyai hal yang lebih sesat dari itu semua, seperti pemakaian ilmul kalam dalam membahas setiap permasalahan agama. Padahal A'imah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seperti Imam Asy Syafi'i dan Imam Abu Hanifah telah membantah ilmul kalam itu. Mereka mencap orang-orang yang mempelajari ilmul kalam itu sebagai mubtadi', yang harus dihukum cambuk dan dimasukkan ke penjara serta ditahdzir. Pendiri Hizbut Tahrir adalah Taqiyuddin An Nabhani. Dia adalah merupakan salah satu cucu dari Yusuf bin Isma'il An Nabhani, yang dia (yusuf) ini adalah seorang yang sangat berlebihan pada Sufisme. Yusuf Isma'il mempunayi (mengarang) banyak kitab, diantaranya adalah Jami' Karamatul Awliya'. Kitab ini didalamnya berisi banyak cerita-cerita "yang lucu", salah satunya adalah Ali Al Amali, jika kita membacanya maka kita akan tertawa sekaligus menangis. Mereka (pengikut Hizbut Tahrir) menggelari Taqiyuddin sebagai mujtahid muthlaq, Apakah kamu pernah mendengarnya? [ya]. Lalu apakah yang mereka katakan tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Mereka katakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak seharusnya berijtihad. Apakah kamu pernah mendengar hal ini? Bahwa beliau tidak seharusnya berijtihad?. Maka kita katakan pada mereka, siapa yang paling sempurna satu sama lain yang berhak untuk melakukan ijtihad? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ataukah Taqiyuddin? Dia (Taqiyuddin) adalah majhul atau tidak dikenal, dia bukanlah siapa-siapa. Lalu bagaimana hal itu bisa dikatakan? Apakah kalian berpikir bahwa perbuatan kalian ini tidak akan diketahui? Allah memelihara agama-Nya dan barang siapa yang melakukan kedustaan dan kesesatan maka akan disingkapkan kedustaan dan kesesatannya itu dan dia akan dihukum. Pencuri, bagaimana mungkin seseorangmenawarkan bid'ah kepada umat dan menyatakan bahwa kebid'ahan itu adalah sunnah, apakah dia tidak sadar dan takut akan dihukum? Allah lah yang akan menghukumnya. Taqiyuddin lahir di Ijzim, Palestina pada tahun 1909. Kemudian setelah dewasa, dia belajar Universitas Al Azhar sampai lulus. Setelah dia lulus, dia pergi ke Libanon dan Yordania, dan bekerja di universitas Islam sebagai tenaga pengajar sampai akhirnya dia mendirikan Hizbut Tahrir. Dia wafat pada tahun 1977. Dia memiliki (menulis) banyak kitab, seperti Risalatul Arab yang didalamnya terdapat kecenderungan pada nasionalisme, menunjukkan konsepnya tentang nasionalisme dan lain-lain. Walaupun dia menyatakan menarik kembali konsepnya itu, namun yang nyata bagi kami, dia tidak secara tegas menyatakan hal tersebut di kitab-kitabnya yang terakhir. Karena kitab Risalatul Arab merupakan salah satu kitab pertama yang dia tulis. Aqidahnya, seperti yang telah disinggung sebelumnya, adalah maturidiyah yang merupakan sebuah pemahaman sebuah firqah yang dinisbahkan pada Abu Manshur Al Maturidi, yang memiliki kesesatan yang lebih daripada Asy'ariyah. Dia menyebut a'imah dari firqah tersebut sebagai "Ahlus Sunnah wal Jama'ah". Dalam salah satu tulisannya, yang didalamnya terdapat pernyataan yang sebenarnya adalah merupakan imitasi dari perkataannya Ar Razi (seorang tokoh dari ahlul kalam). Dia berkata bahwa kita tidak bisa menerima Al Qur'an sampai terpenuhinya 10 syarat, dan salah satu syaratnya itu adalah Al Qur'an itu harus disesuaikan dengan 'aql. Ini merupakan perkataannya Ar Razi. Dia juga menulis dalam kitabnya Asy Syakhsiyyah Al Islamiyyah III/132, yang tulisannya membuktikan akan kematuridiyah-annya dan ke-asy'ariyah-annya. Dia menta'wilkan beberapa sifat Allah, seperti tangan Allah yang dia artikan sebagai kekuatan atau kekuasaan. Padahal kita temukan dalam kitab Syarhul Fiqhul Akbar Abu Hanifah halaman 33, disitu dikatakan bahwa tidak boleh untuk menta'wilkan tangan Allah sebagai kekuatan atau kekuasaan. Dan juga dalam kitab Tabyin Khadibul Muftari halaman 150, disana terdapat perkataan dari Imam Asy'ari (Abul Hasan Al Asy'ari) sendiri bahwa tidak boleh menyatakan atau mengqiyaskan tangan Allah itu sehingga artinya adalah kekuatan atau kekuasaan. Sebab it adalah perkataannya Mu'tazilah, salah satu firqah yang paling sesat. Jika kita membuka kitab Syarh Ushulul Khomsah Al Mu'tazilah halaman 228, disana akan ditemukan perkataan salah satu imam dari mu'tazilah yaitu Al Qadhi 'Abdul Jabbar, yang berkata bahwa manhaj "ahlus sunnah" adalah meyakini bahwa tangan Allah itu maksudnya adalah kekuasaan atau kekuatan. Maka permasalahan inilah yang harus kita bahas terlebih dahulu, janganlah kita berbicara tentang syubhat-syubhat mereka tentang khilafah, hadits ahad, atau 'adzab kubur, tapi mari kita bahas tentang at ta'wil yang mereka lakukan. Imam Abu Ja'far Ath Thahawi (penulis kitab Aqidah Thahawiyah) mengatakan bahwa ta'wil yang terbaik adalah meninggalkan ta'wil dan hanya mencukupkan pada nash (Al Qur'an dan As Sunnah) dan apa yang ada (disepakati) oleh Jama'atul Muslimin. Lalu, bagaimana bisa mereka, tukang ta'wil, dikatakan sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah padahal ucapan mereka bertolak belakang dengan ucapan Imam Ath Thahawi. Dan banyak lagi kesesatan lainnya. Mereka berkata bahwa khilafah itu harus segera didirikan minimal dalam 13 tahun atau 25 tahun. Jika tidak mampu dalam waktu tersebut maka akan gagal. Padahal telah ada contoh pasti yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan hal ini dapat diketahui dari tingkah laku mereka dalam melaksanakan sunnah. Ahlus Sunnah tidaklah berkata (mengenai dakwah kepada Tauhid, dakwah kepada Al Qur'an dan As Sunnah), "Ini bukanlah saatnya untuk melakukan dakwah kepada hal tersebut sekarang". Janganlah kita lupa tentang dakwah kepada Tauhid, sebab dengan hal inilah (tauhid) kita diciptakan, kita diciptakan untuk mentauhidkan Allah. Mereka telah membuat kesalahan besar. Mereka mengatakan bahwa khilafah Islamiyyah itu runtuh pada tahun 1924, di abad ini. Ini adalah kekeliruan. Sebab Khilafah Islamiyyah itu telah runtuh sejak berabad-abad yang lalu. Sedangkan tahta 'Utsmani bukanlah Khilafah. Mereka (para penguasanya) sendiri meyatakan bahwa diri mereka adalah raja, Sulthan (seperti Sulthan Abdul Hamid, Sulthan 'Abdul Majid). Ini
bukanlah Khilafah Islamiyyah, ini adalah kerajaan biasa. Kamu tidak akan melihat adanya jejak-jejak Sunnah pada mereka, walaupun kau bertanya pada mereka "kenapa kami tidak melihat sunnah atas kalian?". Kebanyakan dari mereka mencukur habis jenggotnya. Mereka berkata "Hal terpenting sekarang adalah usaha untuk menegakkan kembali khilafah, sedangkan memanjang jenggot adalah perkara qusyur (kulit) yang dapat kita buang". Mereka menganggap bahwa amalanamalan sunnah itu seperti kulit yang dapat kita buang. Lalu sunnah apakah yang akan mereka dakwahkan pada kaum Muslimin? Mereka menjelaskan tentang nash (Al Qur'an dan Al hadits) dan mereka pun membuat syubhat atas hal tersebut. Mereka mengatakan, "ini nash yang qath'iy", "ini maknanya qath'iy" dan lain-lain. Walhasil, mereka membuat bingung umat ini dengan penjelasan semacam itu. Mereka berbicara dengan banyak teori, teori politik. Mereka menghafal banyak teori-teori itu, tapi mereka tidak menghafal walaupun hanya 10 hadits atau beberapa ayat dari Al Qur'an. Malah mereka membuat syubhat terhadap nash. Salah seorang dari mereka berkata "setiap nash yang ada dalam Al Qur'an dan Al Hadits, maka tidaklah para ulama itu kecuali saling ber-ikhtilaf dalam memahaminya". Apakah kalian pernah mendengar perkataannya ini? Ya, pada setiap nash. Dan aku (Syaikh Abdurrahman) mendengar sendiri perkataan ini dikatakan oleh pemimpin-pemimpin mereka, dan Umar Bakri adalah merupakan salah satunya. Kemudian, aku telah mendengar rekaman dialog mereka dengan Syaikh Al Albani (rahimahullah) berjudul Munaqasyah Afraqul Mu'tazilah. Salah seorang dari mereka mengatakan pada Syaikh perkataan di atas. Lalu apakah yang dikatakan oleh Syaikh Al Albani pada mereka? Syaikh berkata "apakah firman Allah itu mengandung keragu-raguan?", maka ketika mereka mendengar ucapan syaikh, serta merta mereka pun merubah topik pembicaraan. Kebiasaan tergesa-gesa pada kelompok ini akan menyebabkan mereka mati dengan cepat, mereka tidak mempunyai kesabaran dan kebijaksanaan. Mereka tidak memikirkan bagaimana tahapan dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mulai dari awal sampai akhir. Mereka mengambil tahap akhir sebagai tahap awal. Apa yang akan terjadi bila kalian meminta tahap akhir menjadi di awal? Apa yang akan terjadi? Kalian akan habis. Mereka mengadakan perjanjian dan bekerja sama dengan siapa saja, yang sebenarnya ada diantaranya tidak boleh untuk bekerja sama dengannya, seperti Syi'ah dan lain-lain. Seharusnya mereka memulai dakwahnya dengan hal pertama dan terpenting (yaitu At Tauhid), maka hal ini lebih arif daripada arif tapi dalam mengadakan perjanjian-perjanjian dengan golongan-golongan yang Allah benci. Dan qadarullah, hizb ini datang ke Inggris (dan ke negara lainnya di dunia) dan menyebarkan banyak fitnah ketika mereka mengenalkan Islam pada penduduk di sini. Mereka menyebarkan fitnah-fitnah itu di universitas-universitas, dan lain-lain. Maka apa hasil yang didapat dari perbuatan mereka itu? hasilnya adalah membuka peluang bagi orang-orang kafir untuk menutup masjid, membubarkan halaqah ilmu dan lain-lain. Lalu apa yang menjadi tuntutan dari hizb ini? mereka tidaklah menuntut akan doktrin-doktrin aqidah dalam dakwahnya. Mereka menafsirkan Al Qur'an dengan disesuaikan nafsunya, mereka berkata "Dan tidaklah Allah menciptakan manusia dan jin kecuali…..untuk menegakkan khilafah dan menegakkan hukum-hukum Islam" dan "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka…..menegakkan khilafah". Seolah-olah Allah lah yang berfirman seperti yang dikatakan oleh mereka itu. Padahal, Li ya'budun (untuk beribadah pada-Ku), dengan kalimat inilah kami ingin mendakwahi (kepada tauhid) orang-orang kafir sebelum terlambat. Jika ada orang kafir datang kepada mereka, untuk meminta penjelasan tentang Islam. Apakah yang akan mereka lakukan? Apakah mengambil tangannya dan mendakwahinya
atau meninggalkannya? Bagi mereka maka lebih baik meninggalkan orang kafir tersebut. Padahal bila datang orang-orang kafir kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam akan mengambil tangannya dan mendakwahinya sampai dia menjadi muslim walaupun satu orang saja. Sebab hal ini akan menyelamatkan dia dari api neraka dan memasukkannya ke dalam surga. Tapi dakwahnya mereka, Hizbut Tahrir, adalah menunda dakwah kepada Tauhid sampai khilafah tegak. Satu bukti yang sangat jelas mengenai "kebenaran" dari sikap mereka yang tidak memperdulikan akan aqidah, adalah mereka bersegera pergi ke Iran (ketika terjadi revolusi Iran) dan mereka pun mengusulkan siapa yang akan menjadi khalifah disana. Tahukah kamu siapa yang mereka usulkan? Dia adalah Khomeini, mereka meminta Khomeini menjadi khalifah. Dan hal ini mereka nyatakan dalam surat kabar mereka, Al Khilafah no.18, jum'at, 2 januari 1410 H (1989 M). Dalam surat kabar ini, kami menemukan sebuah artikel berjudul "Hizbut Tahrir wal 'Imam' Khomeini". Dalam artikel itu mereka berkata "Kami pergi ke Iran dan mengusulkan agar Khomeini menjadi khalifah umat ini". Jadi dengan umat manakah yang mereka inginkan agar kita, kaum muslimin, bekerja sama dan bila tidak bekerja sama maka dihukumi musyrik? Lalu siapakah khalifahnya? Dia adalah Khomeini. Dalam majalah mereka, Al Wa'ie, mereka mengatakan bahwa karangan yang berkenaan dengan politik terbesar (terbaik) yang pernah ditulis adalah Al Hukumah Al Islamiyyah, yang ditulis oleh Khomeini. Menurut mereka, ini adalah karya terbesarnya khomeini, sebab dalam karangannya itu dia menyerukan kepada syari'at dan menetapkan syari'at (menurut versinya) itu, dan dia mengatakan bahwa tidak ada timur tidak ada barat, tidak ada sunni tidak ada syi'ah, yang ada adalah Islam. Dia membagi Islam menjadi dua dekade (?), dan memberikan harapan akan hal tersebut kepada kaum muslimin yang berada dalam keputus-asaan. Mereka (Hizbut Tahrir) berkata "bukan berarti Khomeini itu tidak mempunyai kesalahan, tapi sekarang ini bukanlah waktunya untuk membahas hal itu, tapi pergunakanlah waktu itu untuk hal lain". Apakah yang lain itu? Yaitu untuk menghantamkan kepala-kepala kaum muslimin dan mendakwahi mereka pada kemusyrikan. Mereka mengakui dan berkata "kami telah pergi menemui Khomeini dan menyerukan padanya agar menjadi khalifah dan khomeini pun mengatakan bahwa dia akan memberikan jawabannya pada kita, apakah dia bersedia atau tidak" Lalu mereka berkata lagi "kami telah menunggu untuk jawabannya itu, tetapi kami tidak mendapatkannya (dia tidak memberikan jawaban)". Dan karena inilah mereka mengkritik penguasa Iran itu. Mereka menyerukan agar Khomeini menjalankan khilafah berdasarkan pada Al Qur'an dan As Sunnah. Apakah Khomeini menerima Al Qur'an dan As Sunnah? Apakah orang-orang ini sedang bercanda? Kenapa mereka tidak minta saja pada Clinton dan menyuruhnya untuk melakukan hal yang sama!. Mereka memuji kitabnya, Al Hukumah Al Islamiyyah, padahal didalamnya dia mencaci Abu Bakar, Umar, Mu'awiyah dan lainnya. Dia mencaci ipar laki-lakinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kenapa hal ini tidak dipermasalahkan oleh mereka (Hizbut Tahrir)? Dia juga mengatakan bahwa "imam-imam" kami berada pada tingkatan tertinggi, yang tidak ada nabi ataupun malaikat yang dapat mencapainya (Al Hukumah Al Islamiyyah, halaman 52). Bagaimana bisa dia berkata seperti itu? Bagaimana mungkin imam-imamnya itu lebih baik daripada semua nabi dan malaikat? Tapi hal itu bukanlah sesuatu yang hal yang dipermasalahkan bagi Hizbut Tahrir. Hizbut tahrir dalam kegiatan dakwahnya tidaklah menyinggung permasalahan-permasalahan yang dapat membuat "jatuhnya" umat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Padahal sebenarnya apa yang mereka lakukan itu adalah melawan hukum Allah. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu merubahnya (Ar Ra'd 11). Mereka ingin merubah keadaan tapi tidak ingin umat ini berubah. Mereka tidak akan mengatakan kepada umat apa yang menyebabkan umat ini menjadi jatuh dan lemah. Mereka tidak akan berkata "Kami atau kita umat Islam jatuh karena ketidakpatuhanmu pada Allah", "Kamu sudah tidak tunduk lagi pada Allah", "Kamu tidak lagi menggambarkan nama yang kamu sandang dibahumu", "Kamulah yang menyebabkan jatuhnya umat ini", "Ini semua karena dosa-dosamu" dan perkataan lainnya. Mereka tidak mengatakan hal itu, tapi mereka akan mengatakan pada umat bahwa jatuhnya umat ini karena onspirasi musuh. Mereka tidak memfokuskan dakwah mereka untuk memperbaiki apa-apa yang telah dilanggar oleh umat, padahal inilah yang selalu menjadi musuh yang sebenarnya. Dan kami pernah bertanya pada mereka, "Allah telah menjanjikan kepada kita, umat Islam, kejayaan dan kemenangan. Lalu kenapa setelah Dia memberikan hal itu kemudian menghancurkan kita? Mereka tidak akan menjawabnya. Mereka ingin agar kita meloncati tahapan awal dalam dakwah, yaitu tarbiyah dan memulainya dengan khilafah sebagai tahapan yang paling awal. Tapi mereka tidak akan berhasil, mereka akan gagal. Sebab tahapan awal dalam berdakwah yang dilakukan oleh para shahabat adalah tarbiyah, sebab membawa nama Islam di pundak kita membutuhkan kesabaran dan lain-lain. Tapi hal yang dekat untuk dilakukan oleh mereka hanyalah untuk menegakkan khilafah dan tidak berbicara tentang selainnya, seperti membicarakan dosa dan lain-lain. Padahal Allah berfirman, "Jika kalian bersabar dan bertaqwa, maka yang demikian itu sungguh merupakan hal yang patut diutamakan" (Ali Imran 186) Jika kamu bersabar dan takut pada Allah, maka makar musuh tidaklah akan membuatmu merugi!!! Maka apakah kita akan merugi, apa yang akan terjadi pada janji Allah kemudian bila kita bersabar dan bertaqwa pada Allah? Ini adalah janji Allah, maka apa yang akan terjadi kemudian? Dan Allah berfirman, "Sembahlah Aku dan janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan apapun" (An Nur 55) Ada dua syarat disini, yaitu sabar dan takut serta tidak menyekutukan Allah, jika kita berpegang pada dua hal ini maka kita tidak akan merugi. Tapi mereka (Hizbut Tahrir) membolehkan seorang yang musyrik, yaitu Khomeini, menjadi khalifah!!! Seseorang yang berkata "Ya Ali…dan lain-lainnya yang mengandung kesyirikan. Benarkah orang-orang ini hanya menyembah pada Allah saja? Tapi hal-hal ini bukanlah sesuatunyang harus dipermasalahkan bagi mereka, sebab yang paling penting bagi mereka adalah khilafah. Kalian tidaklah menerapkan tauhid dalam dakwahmu, setiap kesyirikan adalah bukanlah masalah bagim,u, khilafah yang penting penting. Masingmasing dari mereka tidak faham akan syari'ah atau mereka mengabaikan hukum Allah. Seharusnya kita mempelajari
bagaimana cara mengahadapkan hati-hati kita kepada Pencipta kita. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata "Ya Allah, jauhkanlah aku dari setiap bala' yang timbul akibat dosa-dosa". Dan tidaklah hal ini dapat dicapai kecuali dengan At Taubat. Apa yang dikatakan oleh Ibnu 'Abbas menunjukkan adanyahukum Allah, tapi "hukum" Hizbut Tahrir tidaklah menunjukkan adanya hukum Allah. Mereka tidak keberatan untuk berbicara tentang permasalahan imperialisme. Ya, Amerika adalah syaithanterbesar di dunia. Kita tidak berpendapat tidak boleh mengatakan hal itu, tapi kita katakan "berhentilah memakai hal-hal yang berbau emosional itu dalam berdakwah dan mulailah untuk mengajari umat ini dengan apa yang harus pertama kali mereka ketahui, yaitu At Tauhid". Tapi jika Amerika itu adalah syaithan terbesar, seperti katamu, lalu kenapa kalian mengatakan bahwa kita dibolehkan untuk meminta bantuan pada syaithan-syaithan itu? Kenapa kalian katakan bahwa meminta bantuan kepada kuffar itu adalah salah satu dari prinsip "kita"? Kalian meminta bantuan kepada kuffar untuk melakukan apa? Untuk menegakkan khilafah, apakah syaithan itu akan membantu kalian untuk menegakkan khilafah? Kalian adalah satu-satunya yang berkata bahwa seseorang dibolehkan untuk melakukan perjanjian damai dengan syaithan-syaithan itu (itu yang pertama) dan yang lainnya, adalah kamu katakan bahwa kalian berlepas diri dari hal itu. Lalu kenapa kalian katakan "pertama, salah satu prinsip kami adalah mencari dukungan kepada kuffar agar mereka memberikan bantuan kepada kita dalam menegakkan khilafah? Maka pada tahun 1978, mereka meminta kepada Qaddafi agar membantunya dalam menegakkan khilafah. Kemenangan yang mendukung umat ini berbeda dengan kemenangan yang diraih oleh berbagai macam negara. Perancis memukul mundur jerman, Jerman memukul mundur Inggris, mereka mempunyai sistem sendiri-sendiri. Tapi kita mempunyai hukum Allah. Kemenangan dalam Islam itu berhubungan dengan ketundukan, ketaatan, berserah diri kepada Allah dan inilah unsur-unsur sebenarnya dari kemenangan. Kemenangan inilah yang dijanjikan oleh Allah, Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, tapi janji-Nya itu mempunyai syarat-syarat. Tidak seperti yang ada di orang-orang ini. Sebagian dari
mereka ada yang menunjukkan pahanya (memperlihatkan auratnya) dan yang lainnya ada yang tidak sholat. Mereka berkata "Ini bukanlah masalah, selama dia berkata La Ilaha Ilallah", mereka berkata "Baik, kita katakan pada mereka, kau bersama kami, walaupun kau tidak shalat". Dan kami mengetahui beberapa dari anggota Hizbut Tahrir di Yordania dan negara lainnya, mereka tidak sholat. Tapi mereka katakan bahwa hal itu tidak apa-apa selama orang-orang itu berteriak untuk menegakkan khilafah. Maka tidak apa-apa kami (Hizbut Tahrir) bekerja sama dengan mereka. Dan mereka menyatakan bahwa diri-diri mereka adalah yang paling mengetahui tentang permasalahan politik. Salah satu bukti dari pekerjaan dan pengetahuan mereka dalam masalah politik adalah mereka berteriak kepada Saddam Husain (seorang komunis, yang telah membunuh ribuan muslim dan melakukan kekejaman pada muslim), mereka berkata tentangnya "Subhanallah, dia berjuang melawan syaithan terbesar, yaitu Amerika, maka kami bersamanya" dan kesesatan-kesesatan lainnya. Sekarang kita akan membahas beberapa fatwa mereka. Tentang Al Qadha wal Qadar, mereka katakan bahwa kedua
hal itu tidak dijelaskan dalam Al Qur'an dan As Sunnah (Ad Dusiyah halaman 18). Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "kebanyakan dari umatku yang mati berdasarkan pada Kitabullah dan Al Qadha wal Qadar dai Allah adalah karenanya al anfus (dicabutnya nyawa)" (HR. Al Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id 5/6, Ibnu Hajar menshahihkannya dalam Fathul Bari 10/167) Hizbut Tahrir mengatakan bahwa aqidah Islam yang ada pada Hizbut Tahrir adalah bersadarkan pada akal dan siyasi (Al Iman halaman 68 dan Hizbut tahrir halaman 6). Maka akal orang-orang ini adalah dasar dari agama. Mereka berkata
"kami mengetahui Allah berdasarkan akal kami". Tapi bertentangan dengan pernyataan ini, adalah pernyataannya Umar Bakri, bahwa salah satu sebab perpecahan di kalangan muslimin adalah ketika sebagian kaum muslimin menggunakan akal dalam membahas permasalahan aqidah (Tafsir surat Al Ma'idah 5/29). Mereka menjelaskan bahwa khilafah tidak akan tegak dengan berdasarkan pada akhlaqul karimah, tetapi berdirinya khilafah adalah dengan pengoreksian terhadap doktrin aqidah dan manhaj yang dibawa atau dipraktekkan dalam Islam (At Taqatul Hizbi halaman 18). Dan dikatakan oleh mereka bahwa dakwah pada akhlaqul karimah tidaklah akan membuat masyarakat menjadi benar dan tidak akan membuat tegaknya
khilafah, tapi masyarakat itu akan tegak dikarenakan adanya koreksi pada doktrin aqidah dan tidaklah dengan menyerukan pada akhlaqul karimah (Manhaj Hizbut Tahrir fit Taghyir halaman 26-27). Maka kita katakan "Masyarakat itu akan tegak dengan keduanya (aqidah dan akhlaqul karimah), dan Islam menyerukan pada keduanya". Taqiyuddin mengingkari adanya ikatan emosi pada jiwa manusia, tidak ada ikatan bathin. Dia katakan tidak ada ikatan emosi pada jiwa manusia dalam ajaran Islam. Karena pendapatnya inilah, kami melihat Hizbut Tahrir tidak mempunyai kelemah-lembutan dan akhlaqul karimah dalam menghadapi umat. Dia berkata dalam Nizhamul Islam halaman 61 dan Al Fikrul Islami Al Mu'asyir halaman 202 bahwa mereka-mereka (para ulama Ahlus Sunnah) yang mengatakan bahwa wanita itu semuanya aurat, maka hal ini adalah bukti dari keruntuhan, perusakan akhlaq, padahal sudah pasti bahwa laki-laki dan perempua itu akan bertemu bersama-sama ketika melakukan transaksi jual-beli. Lalu dia katakan dalam An Nizham halaman 10 dan 12, bahwa berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram itu tidak akan merusak akhlaq. Dia mengatakan bahwa bila wanita itu berhijab maka hal itu adalah keruntuhan dan perusakan akhlaq, tapi dia berkata bahwa berjabat tangan dengan wanita bukan mahram itu tidak merusak akhlaq. Mereka mengatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah merupakan sebuah kelompok yang mengurusi masalah politik, seluruh kegiatannya adalah berhubungan dengan politik, ini yang mereka katakan. Kegiatan mereka bukan pada hal tarbiyah, bukan pula pada memberikan targhib dan tarhib, namun semuanya hanyalah yang berikaitan dengan politik (Manhaj Hizbut Tahrir Fit Taghyir halaman 28 dan 31, juga dalam Hizbut Tahrir halaman 25). Apakah kalian pernah mendengar apa yang mereka katakan itu? Itu yang mereka nyatakan. Mereka berkata "Kami membolehkan orang-orang untuk membentuk hizb-hizb, berdasarkan pada firman Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia yang menyeru pada kebaikan dan melarang kejelekan serta beriman kepada Allah" (Ali Imran 110) Ini adalah dalil yang mereka pakai, padahal seperti yang mereka katakan, bahwa kegiatan mereka seluruhnya hanya berkaitan dengan politik!!. Maka kegiatan politik ini telah dijadikan sebagai aqidah bagi mereka, dan karena hal inilah mereka melakukan tawar menawar dengan mubtadi' (dan juga musyrikin) seperti Syi'ah, mereka mengatakan bahwa bekerja sama dengan syi'ah adalah tidak apa-apa. Dan mereka melakukan hal tersebut dengan kuffar Yahudi. Mereka mengatakan dalam majalahnya, Al Wa'ie, nomor 75 halaman 23, tahun 1993, bahwa tidak ada perbedaan antara madzhab Syafi'i dan Hanafi, dan mereka telah salah karena mendalilkan hal ini untuk menjelaskan yang berikutnya, begitu pula Ja'fari dan Zaidi. Dan mereka berkata "dan inilah yang terjadi antara kalangan Sunni dengan Syi'i, yang sebenarnya ada orang-orang yang berada di belakang perpecahan ini (yang mempunyai maksud tertentu) dan kami harus memerangi orang-orang itu, sebab tidak ada perbedaan antara keduanya, dan siapa saja yang melakukan perbedaan itu maka akan kami lawan". Orang-orang Hizbut tahrir sebenarnya mengetahui apa yang dinyatakan oleh orang-orang syi'ah tentang 'Aisyah dan para shahabat, mereka mendengarnya di Hyde Park (sebuah tempat di Inggris) dan tetap saja mereka katakan tidak ada perbedaan antara Sunni dan Syi'i. Ketika Syi'ah mencaci maki para shahabat dan mengatakan bahwa para shahabat telah merubah Al Qur'an, mencaci maki istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ummul mukminin, tapi bagi Hizbut Tahrir ini adalah masalah kecil!! Kenapa bisa seperti itu? Karena berdasarkan pada hal yang paling penting bagi mereka, yaitu permasalahan khilafah. Mencaci maki para shahabat, mencaci maki para istri Rasul, menuduh para shahabat telah merubah Al Qur'an adalah hal kecil dibandingkan dengan permasalahan yang "paling besar", apakah itu? Masalah khilafah. Itulah yang menyebabkan kenapa mereka mengatakan bahwa kitab yang terbaik adalah Al Hukumah Al Islamiyyah padahal didalamnya terdapat kekufuran dan pernyataan bahwa melawan Sunni adalah merupakan aqidah bagi Syi'i, karena aqidah syi'i itu cocok dengan aqidahnya mereka. Tapi Hizbut Tahrir tidak mau tahu tentang hal itu dan memilih untuk mengabaikannya. Oleh karena itu, mereka (Hizbut Tahrir) dapat ditemukan di Qum, tempat dimana Khomeini hidup. Mereka mengira bahwa di sana dapat ditegakkan khilafah. Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, mereka mengatakan bahwa Allah membolehkan umat Islam untuk mendirikan hizb-hizb, dengan berdalil dengan surat Ali Imran ayat 110. Tapi lihat apa yang mereka katakan "Sesungguhnya amar ma'ruf nahi munkar tidak bisa dijalankan kecuali sebelumnya telah ditegakkan khilafah dan hukum-hukum Islam" (Manhaj Hizbut Tahrir Fit Taghyir halaman 21). Lalu andai amar ma'ruf nahi munkar itu tidak bisa dijadikan sebagai suatu cara, kanapa kalian masih menukil ayat itu?. Dan Umar Bakri pun menagatakan hal yang sama pada Tafsirnya Surat Al Ma'idah 2/233. Mereka katakan bahwa kegiatan mereka total pada permasalahan politik. Maka kita katakan pada mereka. Apakah Salafus Shalih tidak pernah mendengar ayat ini sebelumnya? Kalaupun mereka (Salafus Shalih) mendengar, apakah mereka mendirikan kelompok sendiri-sendiri? Apakah mereka memahami ayat itu seperti pemahamanmu? Tentu saja tidak, sebaliknya pemahamanmu ini bukanlah dalam rangka memahami ayat, tapi dalam rangka merusak ayat. Kami pun mengetahui bahwa kelompok yang bergerak dalam permasalahan politik bukan hanya Hizbut Tahrir saja, tapi juga ada Ikhwanul Muslimin. Mereka juga mengatakan boleh untuk membuat kelompok-kelompok dan mereka pun menukil ayat yang sama. Mereka adalah biang pembuat perpecahan umat. Mereka masing-masing membuat kelompok, lalu mereka pun berpecah belah dan akhirnya saling benci satu sama lainnya. Ini adalah suatu pemahaman yang menyelisihi Salaf. Rasulullah berkata bahwa jika ada dua khalifah yang dibai'at, maka salah satunya harus dibunuh. Tapi mereka katakan bahwa hadits ini ahad. Siapakah yang memberitahumu bahwa para shahabat tidak menerima hadits ahad? Kita telah menjelaskan pada mereka (Hizbut Tahrir) tentang salahnya pendapat ini selama bertahun-tahun. Maka berikanlah pada kami, ucapan-ucapan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, shahabat, tabi'in dan yang selainnya bahwa hadits ahad tidak bisa diambil dalam permasalahan aqidah? Mereka katakan bahwa haram mengambil hadits ahad dalam permasalahan aqidah tapi haram meninggalkan hadits ahad dalam permasalahan ahkam!! Apakah ini bukan suatu pertentangan? Maka disini ada pertanyaan penting yang harus ditujukan pada mereka. Mereka sering mendengung-dengungkan ayat, "Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyeru yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka lah orang-orang yang beruntung" (Ali Imran 104) Lalu bagaimana bisa ayat ditafsirkan dan hendaklah ada segolongan dari Hizbut Tahrir? Sekarang kita katakan, apakah umat ini ada sebelum lahirnya Taqiyuddin An Nabhani? Tentu saja, umat ini sudah ada sejak jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu kenapa kita perlu pada Taqiyuddin dan Hizbut Tahrir? Apakah merupakan suatu kebaikan jika membolehkan membentuk partai-partai dalam Islam, di dalam umat ini sedangkan kalian melarangnya di dalam tubuh kalian (di dalam Hizbut Tahrir)? Dan sungguh menakjubkan orang-orang ini, yang mereka sebenarnya mendakwahkan pada perpecahan. Mereka berteriak agar umat ini bersatu, tapi mereka sendiri terpecah-belah. Mereka seharusnya tidak boleh melakukan hal ini. Jika kalian ingin agar umat ini bersatu, maka hal yang pertama yang harus kalian lakukan adalah pergi dan kutuklah hizb kalian (dan membubarkannya), lalu setelah itu barulah kalian berdakwah untuk bersatu. Hal lainnya, adalah mereka selalu mendengung-dengungkan ayat di atas (Ali Imran 104), tapi apakah mereka terlihat, secara dhahir, melakukan amar ma'ruf nahi munkar? Tidak, mereka hanya melakukan hal itu untuk kepentingan diri-diri mereka dan kelompoknya saja. Seseorang yang tidak mempunyai sesuatu maka tidak akan dapat memberikan apa pun. Jika aku tidak mempunyai uang maka tidak dapat memberikan uang. Jika mereka (Hizbut Tahrir) tidak mempunyai sunnah, maka sunnah apakah yang akan mereka berikan pada umat. Menurut mereka, semua bagian dari dunia ini adalah darul kufr. Mereka katakan bahwa tidak ada lagi wilayah Islam saat ini, sebab semuanya adalah tempat kufr. Apakah benar mereka berkata seperti ini? apakah kalian setuju dengan mereka? Aku telah membaca tulisan mereka dalam kitabkitab mereka, mereka katakan "Tanah yang ditempati Muslimin sekarang adalah darul kufr, walaupun orang-orang yang menempatinya muslim" (Hizbut Tahrir, halaman 32 dan 103). Mereka tidak memasukkan Makkah dan Madinah sebagai wilayah muslim! Apakah mereka katakan padamu kecuali Makkah dan Madinah? Aku akan memberikan pengalaman pribadiku, salah seorang dari mereka berkata padaku, "semua orang selain yang tinggal di Makkah dan Madinah adalah bukan muslim dan wilayah tempat tinggal mereka yang tinggali pun bukanlah Darul Islam (Ad Daulah Islamiyyah halaman 55, Mitsaqul Ummah halaman 14 dan 44, Manhaj Hizbut Tahrir halaman 10-11) Dari semua sumber rujukan tersebut dikatakan bahwa semua tempat adalah darul kufr dan semua masyarakatnya adalah kufr. Ini berarti tidak ada muslimin!! Salah seorang dari saudara kita bertanya pada salah seorang pemimpin mereka, "apakah ada pada saat ini darul Islam?", dia (pemimpin Hizbut Tahrir) berkata "Tidak Ada", lalu saudara kita berkata:"Tapi aku ingin hijrah" dia berkata "ini tidaklah mungkin". Lalu dimanakah kemudian darul hijrah itu? Apakah Makkah dan Madinah bukan tempat Islam? Lalu kenapa kalian (Hizbut Tahrir) pergi ke London? Ada beberapa fatwa yang mereka berikan (Jawab wa sual, 24 rabi'ul awal 1390 dan juga 8 muharram 1390). Mereka
menjelaskan bahwa laki-laki dibolehkan untuk mencium wanita non muslim. Dan aku bersumpah bahwa mereka menyetujui hal ini. Salah seorang saudara kita yang baru masuk Islam diberikan penjelasan ini bahwa dia boleh mencium wanita non muslim. Mereka berkata bahwa boleh untuk melihat foto (gambar) wanita telanjang (b****l), mereka katakan "Toh ini hanyalah gambar". Mereka katakan bahwa itu bukanlah wanita tapi hanyalah gambar. Kemudian mereka berkata bahwa dibolehkan untuk menjabat tangan wanita lainnya, yaitu ketika melakukan bai'at, sebab tidak ada perbedaan antara wanita dan pria dalam hal ini (Al Khilafah halaman 32). Hal yang ingin saya jelaskan sekarang adalah, aku telah melihat mereka dan datang ke tempatku. Dan mereka mengatakan tentang hadits dari 'Aisyah. 'Aisyah berkata "Tidak, Wallahi. Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita (selain mahram)" Dan mereka katakan bahwa "Tidak, dia ('Aisyah) telah salah". Aku telah mendengarnya langusung dari Umar Bakri dan aku mempunyai rekamannya. Dia katakan bahwa 'Aisyah telah salah, dia salah dalam menyatakan hal ini". Maka manakah yang benar, apakah perkataan 'Aisyah atau dia? Apakah kamu hidup di jaman Rasulullah? Bagaimana mungkin kau bisa berkata seperti ini. Padahal hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari!!. Mereka membantah perkataan 'Aisyah dengan perkataannya Ummu 'Athiyah bahwa Rasulullah memanjangkan tangannya dari luar rumah dan para wanita memberikan padanya tangan-tangan mereka. Tapi riwayat Ummu 'Athiyah ini adalah mursal, yang berarti dha'if. Hal ini telah dijelaskan oleh An Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 1/30) dan juga Ibnu Hajar Al Asqalani (FatHul Bari 8/636). Beliau (Ibnu Hajar) mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh 'Aisyah adalah merupakan hujjah (bantahan) terhadap apa-apa yang diriwayatkan oleh Ummu 'Athiyah mengenai Rasulullah memanjangkan tangannya untuk berjabat tangan dengan para wanita. Apakah mereka (Hizbut Tahrir) tidaklah merasa cukup dengan hadits Rasulullah "Aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita". Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (1597), An Nasa'i (7/149), Ibnu Majah (2874). Tapi tetap saja hal ini tidak mencukupi mereka. Apa yang akan aku katakan pada seorang wanita adalah sama dengan yang akan aku katakan pada ratusan wanita tentang bai'at ini. Bahwa Rasulullah tidak membai'at wanita kecuali dengan ucapan (bukan berjabat tangan) (HR. Muttafaq 'alaih), dan juga perkataan beliau "Andai kata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, maka itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tak halal baginya" (HR. Al Baihaqi, dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no.226). Kendati pun demikian, mereka tetap menyatakan boleh untuk berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram!! Maka aku katakan pada mereka, dengan menukil ucapan yang sering mereka dengung-dengungkan pada penguasa, "Berhukumlah dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah!". Dan kami katakan pada mereka "(salah satu) Hukum Allah adalah tidak berjabat tangan dengan wanita bukan mahram, jika kalian tidak berhukum dengan hukum Allah, maka kalian tidak akan bisa menegakkan hukum Allah". Dan ini berarti bahwa kita harus bersikap tunduk, patuh dan ta'at pada hukum Allah, dan jika kitatidak mendasarkan diri pada hukum Allah, maka apa yang aka terjadi nantinya, bagaimana kita bisa mendakwahi orang lain, bagaimana kita bisa mencapai keunggulan dan kepemimpinan. Imam An Nawawi berkata "jika hal itu terlihat, maka haram untuk menyentuhnya" (Syarhul Minhaj 6/195)

Kaset pertama selesai di sini.................

Label:

Tulisan ini diposting oleh : Abu Muhammad Fatih Al-Ghifari Hary Noorcahya, pada pukul :13.04  0 Buka komentar!,



Data Pribadi

Nama ana:

أبومحمّد فاتح الغفاري

Tempat Tinggal ana:

Jakarta, Indonesia

Siapa ana?:

Hamba Allaah yang dhoif yang senantiasa berusaha memperbaiki kedhoifannya melalui ibadah dengan mengihlaskan dan ittiba' hanya kepada Allaah dan Rosul-Nya dalam ketaqwaan dengan selalu menuntut 'ilmu Syar'i

Data selengkapnya, klik di sini ya!!!

Sharing Dengan Ana

Bagi Antum yang ingin sharing(chat) dengan Ana, Silakan klik banner di bawah ini ya!!!


Kategori
Posting Terakhir
Arsip Bulanan
Sahabat Link
Tempat Upload File
Powered by

BLOGGER

copyright ©2008 by Abu Muhammad Fatih Al-Ghifari